KATA PENGANTAR
Om
Swastyastu
Puja
dan Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan limpahan-Nya kepada kami dalam
penulisan makalah yang berjudul " Tata Susila Dalam Kitab Dharmasastra"
sehingga dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
terbatasnya waktu, pengalaman, dan
pengetahuan dalam pembuatan makalah ini. Dalam kesempatan ini, kami mohon
kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga dapat dijadikan panduan
dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Kami
berharap makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Bila ada kesalahan
dari makalah ini, kami mohon maaf.
Om shanti, shanti,shanti,Om
Denpasar,
Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Daftar
Isi Halaman
Kata
pengantar.................................................................................................... i
Daftar
Isi............................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3.Tujuan............................................................................................... 2
1.4.Manfaat............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Dharmasastra.................................................................. 3
2.2.1.
Nama-nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu............. 3
2.2.
Sumber - Sumber Hukum Hindu..................................................... 4
2.2.1
Sumber Hukum dalam Arti
Sejarah............................................... 6
2.2.2
Sumber Hukum Hindu dalam Arti
Sosiologi................................. 7
2.2.3
Sumber Hukum Hindu dalam Arti Formil.................................... 7
2.2.4
Sumber Hukum Hindu dalam arti Filsafat..................................... 8
2.2.5
Sumber Hukum menurut Veda...................................................... 8
2.2.6
Sumber Etika Agama Hindu......................................................... 11
2.4 Tri
Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra............. 14
BAB III PENUTUP
3.1.
Simpulan.......................................................................................... 16
3.2.
Saran................................................................................................ 17
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari umat manusia
khususnya umat Hindu mempunyai pedoman hidup sebagai penuntun kehidupannya
yaitu kitab suci Veda. Dalam ajaran Veda sangat universal, maka dari itu
khususnya lagi yang dijadikan sebagai pedoman pedoman oleh manusia dalam
bertingkah laku disebut dengan Tata susila. Tata susila merupakan peraturan
tingkah laku yang baik dan mulia, yang bertujuan untuk membina perhubungan yang
selaras atau yang rukun antara seseorang dengan makhluk yang hidup
disekitarnya. Tata susila berangkat dari ajaran agama bahwa pada hakikatnya
jiwatma setiap makhluk adalah sama, demikian pula jiwatma setiap manusia.
Ajaran etika atau moralitas adalah tingkah laku yang baik dan benar untuk
kebahagiaan hidup serta keharmonisan hidup antarsesama manusia, antarmanusia
dengan alam bahkan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mendapatkan
kemuliaan akhlak ada beberapa ajaran yang berkaitan dengan pengendalian diri
untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya ajaran karmapala, tri
kaya parisudha, dan lain sebagainya. Ajaran tata susila tersurat dalam pustaka
hindu seperti dalam Veda, Manawa Dharmasastra, Bhagawadgita, Sarasamuccaya dan
beberapa Lontar. Beberapa lontar menjelaskan bagaimana tingkah laku yang baik
dan benar, serta berisikan petuah-petuah untuk jalan yang benar dalam
bertingkah laku. Sebagaimana kita
ketahui bahwa etika merupakan tatanan yang melandasi tingkah laku manusia, dan
dengan etika agar manusia bertingkah dan bersikap yang lebih baik. Untuk itu
etika mempunyai banyak peranan, sebagaimana juga fungsinya yang menjadi suatu
media pembimbing tingkah laku manusia, agar menjadi orang yang baik. Dalam hal
ini etika dapat dikatakan sebagai pemberi arahan, atau pedoman kepada manusia
bagaimana sebaiknya bertingkah laku dalam masyarakat.
Sebagai petunjuk, etika memberikan arahan suatu
perbuatan apakah itu perbuatan baik atau salah, sehingga apakah perbuatan itu boleh
dilakukan atau tidak. Tuntunan, bimbingan ataupun petunjuk sangat diperlukan
agar nantinya manusia dapat menjalin hubungan yang baik dan harmonis sesamanya.
Sebagai suatu norma, etika menjadi patokan tentang suatu perbuatan yang
dilarang, sehingga masyarakat tentu harus mengikuti norma-norma yang berlaku
tersebut. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat hidup dengan tertib, teratur,
aman dan tentram demi tercapainya kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan
memperoleh ketenangan hidup bersama.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian
Dharmasastra
2. Apa Saja Sumber-Sumber Hukum
Hindu
3. Apa Saja Bidang-Bidang Hukum
Hindu
4. Bagaimana Tri Kaya Parisudha
Menurut Kitab Manawa Dharmasastra
1.3
TUJUAN
1.
Untuk Mengetahui Pengertian Dharmasastra
2. Untuk Mengetahui Apa Saja
Sumber-Sumber Hukum Hindu
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Bidang-Bidang
Hukum Hindu
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Tri
Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra
1.4 MANFAAT
Manfaat penulisan makalah ini untuk mengetahui sumber-sumber hukum
hindu yang ada dalam kitab Dharmasastra yang dijadikan sebagai pedoman dalam
hidup bermasyarakat dan beragama, karena pada kitab Dharmasastra telah diatur
mengenai tingkah laku atau tata susila dalam manusia menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan beragama.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Dharmasastra
Dharmasastra
(Sanskerta: धर्मशास्त्र) adalah salah satu susastra Hindu yang berkaitan dengan agama,
kewajiban dan hukum. Susastra Dharmasastra, terutama dari tradisi Brahmani di India
dan merupakan sistem skolastik yang rumit dari tradisi weda. Dan karena yurisprudensi dalam Dharmasastra
ini, oleh Pemerintah Kolonial Inggris di India dijadikan sebagai dasar Hukum
Pertanahan bagi penduduk Hindu di India. Sejak saat itu,
Dharmasastra dikaitkan sebagai hukum Hindu, sedangkan dalam hindu sendiri,
Dharmasastra lebih tepat disebut sebagai penuntun kehidupan beragama, yang mana
kandungan isi dari Dharmasastra lebih merujuk pada kehidupan beragama
dibandingkan dengan buku hukum. Dan Dharmasastra merupakan sastra yang sangat
penting dalam agama dan tradisi Hindu. Pertama sebagai sumber hukum keagamaan
untuk menuju rumah tangga yang ideal, kedua sebagai sumber pengatahuan hukum
tentang agama Hindu, tradisi dan etika.
2.1.1
Nama-nama para maharsi sebagai penulis
Hukum Hindu
Nama-nama para maharsi
sebagai penulis Hukum
Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu. Beberapa aliran
Hukum Hindu diantaranya:
1.
Aliran Yajnyawalkya
oleh Yajnyawalkya.
2.
Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3.
Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya keberadaan hukum Hindu dapat berkembang dengan pesat
khususnya di wilayah
India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus
dan dengan penyebarannya yang sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara. Pelembagaan
aliran (Yajnyawalkya
dan Wijnaneswara)
yang diatas sebagai sumber Hukum
Hindu pada Dharmasastra. Adapun
penggaruh Hukum Hindu sampai ke
Indonesia nampak jelas pada Jaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagai sumber yang berisikan ajaran-ajaran pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu.
2.2 Sumber
- Sumber Hukum Hindu
Sumber Hukum Hindu berasal
dari Veda
Sruti dan Veda Smrti. Veda
Sruti adalah kitab suci Hindu yang berasal dari wahyu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa yang didengar langsung
oleh para Maharsi, yang isinya patut
dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma.
Veda
Smrti adalah kitab suci Hindu yang
ditulis oleh para Maharsi berdasarkan
ingatan yang bersumber dari wahyu Sang
Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, yang isinya patut juga dipedomani
dan dilaksanakan oleh umat sedharma.
Ada tiga penulis yang terkenal terkait dengan keberadaan kitab Dharmasutra, diantaranya adalah;
1. Gautama adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya
hukumnya
lebih
menekankan pembahasan aspek hukum dalam rangkaian peletakan dasar tentang
fungsi dan tugas raja sebagai pemegang dharma.
Pada dasarnya beliau membahas tentang pokok-pokok hukum pidana dan hukum
perdata.
2. Apastamba adalah penulis
kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang pokok-pokok materi wyawahara pada dengan beberapa masalah yang belum dibahas dalam kitab Gautama, seperti; mengenai hukum
perzinahan, hukuman karena membunuh diri, hukuman karena melanggar dharma, hukum yang timbul karena
sengketa antara buruh dengan majikan, dan hukum yang timbul karena
penyalah-gunaan hak milik.
3. Baudhayana adalah penulis
kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang
pokok-pokok hukum seperti; hukum mengenai bela diri,
penghukuman karena
seorang Brahmana, penghukuman atas golongan rendah membunuh Brahmana, dan penghukuman atas
pembunuhan yang dilakukan terhadap ternak orang lain.
Menurut
tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharhsi penyusunan atau
pengelompokan materi yang lebih sistematis maka sumber Hukum Hindu berasal dari
Weda Sruti dan Weda Smrti, dalam pengertian Sruti disini tidak tercatat
melainkan sudah menjadi wacana wajib untuk melaksanakannya, namun dapat kita
lihat yang tercatat pada Weda Smrti karena merupakan sumber dari suatu ingatan
dari para Maharshi, untuk itu sumber – sumber Hukum Hindu dari Weda Smerti
dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kelompok Upaweda /Weda tambahan ( Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur
Weda dan Gandharwa Weda ).
2. Kelompok Wedangga/Batang tubuh Weda ( Siksa, Wyakarana, Chanda,
Nirukta, Jyotisa dan Kalpa )
Bagian
terpenting dari kelompok Wedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum
Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia
yang disebut dharma.
Menurut kitab Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, keberadaan titel hukum atau wyawaharapada dibedakan jenisnya menjadi delapan
belas (18), antara lain;
1. Rinadana
yaitu ketentuan tentang tidak membayar
hutang.
2. Niksepa
adalah hukum mengenai deposito dan perjanjian.
3. Aswamiwikrya
adalah tentang penjualan barang tidak bertuan.
4. Sambhuya-samutthana
yaitu perikatan antara firman.
5. Dattasyanapakarma
adalah ketentuan mengenai hibah dan pemberian.
6. Wetanadana yaitu hukum mengenai tidak
membayar upah.
7. Samwidwyatikarma
adalah
hukum
mengenai
tidak
melakukan
tugas
yang
diperjanjikan.
8. Krayawikrayanusaya
artinya pelaksanaan jual beli.
9. Swamipalawiwada
artinya perselisihan antara buruh dengan majikan.
10. Simawiwada
artinya perselisihan mengenai perbatasan
11. Waparusya adalah mengenai
penghinaan.
12. Dandaparusya
artinya penyerangan dan kekerasan.
13. Steya
adalah hukum mengenai pencurian.
14. Sahasa
artinya mengenai kekerasan.
15. Stripundharma
adalah hukum mengenai kewajiban suami-istri.
16. Stridharma
artinya hukum mengenai kewajiban seorang istri.
17. Wibhaga adalah hukum pembagian waris.
18. Dyutasamahwya
adalah hukum perjudian dan pertaruhan
Selanjutnya berdasarkan perkembangan ilmu
pengetahuan,
peninjauan
sumber
hukum Hindu dapat dilakukan melalui berbagai macam kemungkinan antara lain:
2.2.1 Sumber Hukum dalam Arti
Sejarah
Sumber hukum dalam arti sejarah adalah peninjauan dasar-dasar hukum yang dipergunakan
oleh para ahli
sejarah dalam menyusun dan meninjau pertumbuhan suatu bangsa terutama di
bidang politik, sosial, kebudayaan, hukum dan lain- lain, termasuk berbagai
lembaga Negara.
Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, periode berlakunya hukum tersebut pun dibedakan
menjadi beberapa bagian, antara lain:
1)
Pada jaman Krta Yuga,
berlaku Hukum Hindu (Manawa
Dharmasastra) yang
ditulis oleh Manu.
2)
Pada jaman Treta Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Gautama.
3)
Pada
jaman
Dwapara Yuga, berlaku
(Hukum Hindu
Manawa Dharmasastra)
yang ditulis oleh Samkhalikhita.
4)
Pada jaman Kali Yuga,
berlaku Hukum Hindu (Manawa
Dharmasastra) yang
ditulis oleh Parasara.
Keempat bentuk kitab Dharmasastra di atas, sangat penting kita ketahui
dalam hubungannya dengan perjalanan sejarah
hukum Hindu
2.2.2
Sumber Hukum Hindu dalam Arti
Sosiologi
Penggunaan sumber hukum ini biasanya dipergunakan oleh para sosiolog dalam menyusun
thesa-thesanya, sumber hukum itu dilihat dari keadaan ekonomi masyarakat pada
jaman-jaman sebelumnya. Sumber hukum ini tidak
dapat berdiri sendiri melainkan harus di tunjang oleh data-data sejarah dari
masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu sumber hukum ini tidak bersifat murni
berdasarkan ilmu sosial semata melainkan memerlukan ilmu bantu lainnya.
Pengetahuan yang membicarakan tentang kemasyarakatan disebut dengan sosiologi.
Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik hubungan agama,
budaya, bahasa, suku,
darah dan yang lainnya.
2.2.3 Sumber Hukum Hindu dalam Arti Formil
Sumber hukum dalam arti formil menurut Prof. Mr.J.L.Van
Aveldoorm adalah sumber hukum yang
berdasarkan bentuknya yang dapat menimbulkan hukum positif itu, artinya dibuat oleh badan atau lembaga yang berwenang. Yang termasuk merupakan sumber hukum dalam arti formil dan bersifat pasti yaitu;
Undang-undang, Kebiasaan dan adat, serta Traktat.
Di samping sumber-sumber
hukum yang disebutkan di atas, ada juga penunjukan sumber hukum dengan
menambahkan kata yurisprudensi dan
pendapat para ahli hukum. Dengan demikian dapat kita lihat susunan sumber hukum
dalam arti formil sebagai berikut:
a.
Undang-undang.
b.
Kebiasaan
dan adat.
c.
Traktat
d.
Yurisprudensi
e.
Pendapat
ahli hukum yang terkenal.
2.2.4 Sumber Hukum Hindu dalam arti Filsafat
Sumber hukum dalam arti filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian yang tak terpisahkan
atau integral dari agama. Filsafat adalah ilmu pikir, filsafat juga merupakan pencairan rasional ke dalam sifat
kebenaran atau realistis, yang juga memberikan pemecahan yang jelas dalam
mengemukakan permasalahan-permasalahan yang lembut dari kehidupan ini, di mana ia juga menunjukkan jalan
untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran dan kematian. Untuk
mencapai tingkat kebahagiaan itu ilmu filsafat Hindu menegaskan sistem dan metode
pelaksanaannya sebagai berikut:
a.
Harus berdasarkan pada dharma
b.
Harus diusahakan melalui keilmuan (Jnana)
c.
Hukum didasarkan pada kepercayaan (Sadhana)
d. Harus
didasarkan pada usaha
yang secara terus
menerus dengan pengendalian; pikiran, ucapan, dan perilaku
e.
Harus ditebus dengan usaha prayascita (penyucian).
Dalam filsafat Hindu
mengajarkan
sistem
dan
metode
penyampaian
buah
pikiran.
2.2.5 Sumber Hukum menurut Veda
Dalam sloka kitab
Manawadharmasastra ditegaskan bahwa, yang menjadi sumber hukum umat sedharma “Hindu” berturut-turut sesuai
urutan adalah sebagai berikut:
1. Sruti
2. Smerti
3. Sila
4. Sadacara
5. Atmanastuti
Menurut Dr. P.N. Sen, Dr. G.C. Sangkar, menyatakan bahwa sumber-sumber
hukum Hindu berdasarkan ilmu dan tradisi adalah:
1.
Sruti
2.
Smerti
3.
Sila
4.
Sadacara
5.
Atmanastuti
6.
Nibanda
Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain:
1. Manu
2. Apastambha
3. Baudhayana
4. Wasistha
5. Sankha Likhita
6. Yanjawalkya
7. Parasara
Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan menjadi empat
kelompok menurut jamannya masing-masing yaitu:
1.
Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
2.
Jaman Treta Yuga,
berlaku Dharmasastra yang ditulis
oleh Yajnawalkya.
3.
Jaman Dwapara Yuga,
berlaku Dharmasastra yang ditulis
oleh Sankha Likhita.
4.
Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang
ditulis oleh Parasara.
Sloka kitab suci yang menjelaskan sumber
Hukum Hindu.
Berikut ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan Veda
sebagai
sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut;
“Yaá pàvamànir
adhyeti åûibhiá saý bhåaý
rasam. sarvaý sa pùtam aúnati svaditaý màtariúvanà”
(Åtharvaveda IX.67.31).
Terjemahannya:
“Dia yang menyerap (memasukkan ke
dalam pikiran) melalui pelajaran-pelajaran pemurnian intisari mantra-mantra Veda yang diungkapkan kepada para åûi, menikmati
semua tujuan yang sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh Tuhan Yang Maha
Esa yang menjadi napas hidup semesta alam
“Pàvamànir yo adhyeti- åûibhiá saýbhåaý rasam tasmai sarasvati duhe kûiraý sarpir madhùdakam”.
(Åtharvaveda IX.67.32).
Terjemahannya:
‘Siapapun juga yang mempelajari
mantram-mantram Veda yang suci yang berisi intisari pengetahuan yang
diperoleh para dewi pengetahuan (yakni Sang
Hyang Saraswati) menganugrahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan
minuman Soma (minuman para dewa)
“Iyam te rad yantasi yamano dhruvo-asi dharunah.
kryai tva ksemaya tva rayyai tva posaya tva”.
(Yajurveda IX.22).
Terjemahannya:
Wahai pemimpin, itu adalah negaramu, engkau pengawasnya.
Engkau mawas diri, teguh hati dan pendukung warga negara.
Kami mendekat padamu
demi perkembangan pertanian,
kesejahtraan manusia, kemakmuran yang melimpah”
Veda
merupakan karunia ibu Saraswati, dan orang-orang yang
mempelajari serta mengamalkannya dengan keyakinan yang mantap akan terpenuhi
keinginannya. Mantra-mantra Veda mengandung kekuatan kedewasaan
dan sabda suci ini hendaknya diajarkan kepada
semua orang dalam
profesi apapun di masyarakat bahkan orang-orang asingpun tidak
tertutup untuk mempelajari kitab suci Veda, ajarannya bersifat abadi
memberikan perlindungan kepada umatnya. Selanjutnya kitab smrti menjelaskan sebagai berikut;
“Kàmàtmatà na praúasta na caiwe hàstya kàmatà, kàmyo hi
wedàdhigamaá karmayogasca waidikaá”
(Manawa Dharmasastra, II.2).
Terjemahannya:
Berbuat hanya karena nafsu
untuk memperoleh phala
tidaklah terpuji namun
berbuat tanpa keinginan akan phala tidak dapat kita jumpai di dunia ini
karena keinginan- keinginan itu bersumber
dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda.
2.2.6 Sumber
Etika Agama Hindu
Dharmasastra
atau Etika Agama Hindu yang mengatur masyarakat untuk mengikuti ajaran Dharma
berpedoman kepada Kitab Mānawa Dharmaśāstra II.6 yang berbunyi sebagai berikut
:
Idhānim
dharma pramānamyāha
Wedo
‘khilo dharmamūlam
Smrtiśīle
ca tadvidām
Ācāraścaiva
sādhunām
Ātmanastustireva
ca
Artinya
:
Seluruh
pustaka suci Weda adalah sumber pertama dari pada Dharma, kemudian adat
istiadat, tingkahlaku yang terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami ajaran
pustaka suci Weda, juga tata cara peri kehidupan orang-orang suci dan akhirnya
kepuasan diri pribadi.
Perlu
ditegaskan bahwa ayat diatas memuat gagasan tentang sumber hukum Agama Hindu
yang diatur secara kronologis : Weda-Smrti-Acara-Atmanastusti, artinya Sruti,
Smrti, Acara, Sila dan Atmanastusti, yang semuanya merupakan sumber hukum
Dharma. Dari semua sumber itu sumber utama adalah Weda (Wedo Khilo). Jadi untuk
mendapatkan kebenaran hukum, untuk mengetahui baik tidaknya tingkah laku
seseorang dan untuk menentukan apa yang harus dan apa yang tidak boleh
dikerjakan, sumber pertama adalah Weda itu sendiri (Sruti). Tetapi bila dalam
Weda itu tidak ada, maka dapat dicari dalam Smrti. Bisa juga terdapat dalam
kedua sumber itu. Bila dari kedua sumber itu tidak ada, maka baru dilihat pada
Acara (kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berlaku). Bagian terakhir adalah
sila yaitu tingkah laku seseorang yang baik dan bila tingkah laku itu
memberikan kepuasan kepada diri sendiri atau Atma tusti (Pudja cs., 1973 : 64)
Dengan demikian, maka Dharmasastra,
susila atau Etika Agama Hindu mempunyai empat sumber hukum yaitu :
1.
Kitab suci Weda (Wedo khilo)
Kitab suci Weda merupakan sumber
hukum paling utama bagi Etika Hindu. Yang dimagsud dengan Kitab Suci Weda dalam
hal ini adalah Weda Sruti dan Weda Smrti, tetapi yang paling benar dan
merupakan sumber hukum pokok yang utama adalah Weda Sruti. Sebagai patokan
untuk menentukan etika kehidupan manusia, maka semua Weda Sruti baik Mantra,
Brahmana, maupun Upanisad dapat dipergunakan. Sementara itu Weda Smrti dapat
juga dijadikan landasan atau pedoman Etika Hindu, misalnya dalam hal tata
susila perkawinan, etika terhadap wanita, etika dalam menerima hadiah dan
lain-lain.
2.
Acara atau Sadacara
Acara atau Sadacara adalah
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dan telah menjadi panutan masyarakat yang
bersifat local atau setempat. Kebiasaan yang telah diterima dan diikuti secara
turun temurun dan dihormatioleh orang-orang ditempat itu harus diikuti dan
dijadikan pedoman. Hal ini berarti bahwa orang tidak boleh merubah kebiasaan
itu semena-mena tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh ajaran Agama. Tidak
pula berarti bahwa kebiasaan itu harus diterima secara kaku, sebab perubahan
waktu dan zaman memungkinkan pula adat kebiasaan itu berubah.
3.
Sila atau Sistacara
Sila adalah ajaran etika atau
kesusilaan yang patut menjadi panutan dan ditiru oleh setiap umat Hindu. Dalam
Sila dikemukakan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk diketahui dan
dijadikan pedoman hidup. Pedoman itu meliputi baik hidup bermasyarakat, hidup
bernegara maupun hidup berkeluarga (Pudja,
1984 : 100). Sementara itu Sitacara adalah tingkah laku dan tata cara
kehidupan orang-orang suci yang dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan Etika
Hindu.
4.
Atmanastusti atau Priyatmana
Atma tusti atau Atmanastusti atau
Priyatmana adalah etika yang didasarkan kepada pertimbangan yang sangat
pribadi, berdasarkan pertimbangan hati kecil atau hati nurani orang yang
bersangkutan, sepanjang tidak menyakiti hati orang lain. Pertimbangannya tentu
dibatasi oleh norma-norma yang terdapat dalam kitab suci.
2.3 Bidang
– bidang Hukum Hindu
Bidang –bidang Hukum Hindu
sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa
Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun
pembagian terdiri dari :
1. Bidang
Hukum Keagamaan, bidang ini banyak memuat ajaran – ajaran yang mengatur tentang
tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang antara lain;
- Bahwa semua alam semesta ini
diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau dharma.
- Ajaran – ajaran yang
diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung konskwensi
atau akibat (sangsi ).
- Tiap – tiap ajaran mengandung
sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan jaman atau waktu dan dimana tempat
dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib
hukumnya dilaksankan.
- Pengertian warna dharma
berdasarkan pengertian golongan fungsional.
2. Bidang
Hukum Kemasyarakatan, bidang ini banyak memuat tentang aturan atau tata cara
hidup bermasyarakat satu dengan yang lainnya, atau sosial. Dalam bidang ini
banyak diatur tentang konskewensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau
kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan perdata dan pidana. Lembaga
yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan
Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu
menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau
tidak memungkinkan masuk ke pengadilan.
3. Bidang
Hukum Tata Kenegaraan, bidang ini banyak memuat tentang tata cara bernegara,
dimana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur
tata pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan.
Disamping sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu
ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok – kelompok hukum yang
disebut ; Warna, Kula,Gotra,Ghana,Puga, dan Sreni, pembagian ini tidak bersifat
kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembnagan jaman. Kekuasaan Yudikatif
diletakan pada tangan seorang raja atau kepala negara, beliau bertugas
memutuskan memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat, Raja dibantu
oleh Dewan Brahmana yang merupakan Majelis HakimAhli, baik sebagai lembaga yang
berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah didalam memutuskan perkara
dalam sidang pengadilan ( dharma sabha ), pengadilan biasa ( dharmaastha),
pengadilan tinggi (pradiwaka) dan pengadilan istimewa.
Hukum – hukum
Tata Negara dan Tata Praja serta Hukum Pidana yang berlaku adalah sebagian
besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawadharmasastra, hal ini
kemudian dikenal sebagai kebiasaan – kebiasaan atau hukum adat seperti yang
berkembang di Indonesia dan khusunya dapat dilihat pada hukum adat diBali. Maka
dari itu hampir tatanan kenegaraan yang dipergunakan sekarang ini bersumber
pada Hukum Hindu.
2.4 Tri
Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra
Dalam kitab Manawa Dharmasastra dapat ditemukan adanya
butir-butir Tri Kaya Parisudha yang mengandung ajaran tentang berpikir yang
baik, berkata yang baik, berbuat yang
baik. Dalam sloka IV-18 dinyatakan bahwa pakaian kita, pikiran dan kata-kata kita
hendaknya menyesuaikan diri dengan kewangsaan, kedudukan maupun kemampuan kita.
Sloka
IV-18 :
Wasayah
karmano ‘rthasya
Śrutasyābhijanasya
ca
Weśawāag
buddhi sārupyam
Ācaran
wicaredhiha
Artinya
:
Berjalan
didunia ini hendaknya menyesuaikan
Pakaian,
kata-kata serta pikirannyaagar sesuai
Sesuai
dengan kedudukan dan kekayaannya
Sesuai
pelajaran suci dan kewangsaannya
Kemudian
dalam sloka XII-3 sampai XII-11 kitab Manawa Dharmasastra mengajarkan tentang
karma yang lahir dari pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dan semua pahalanya.Berikut
adalah petikan dari beberapa sloka-sloka
tersebut :
Sloka XII-3
Śubhāśubha phalam karma
Manowāgdeha sambhawan
Karmajā gatayo nrnāam
Ūttamā dhyamāh
Artinya :
Karma
yang lahir dari pikiran, perkataan dan perbuatan menimbulkan akibat baik atau
buruk dengan karma yang telah menyebabkan timbulnya berbagai keadaan pada diri
manusia.
Sloka XII-4
Tasyeha triwidhasyāpi
Tryadhisthānasya dehinah
Daśa laksana yuktasya manah
Widyāt prawartakam
Artinya :
Ketahuilah
bahwa pikiran adalah perangsang dari semua hal dibawah ini dan bahkan sampai
kepada semua perbuatan yang ada hubungannya dengan badan dan terdiri atas tiga
jenis dan terbagi atas sepuluh kelompok.
Sloka XII-5
Parādrawyeswabhidhyānam
Manasānista cintanam
Witathā bhiniweśaśca
Triwidam karma mānasam
Artinya :
Bernafsu
akan milik orang lain, berpikiran pada diri seseorang mengenai apa yang tidak
diinginkan dan mengikuti ajaran yang salah, merupakan tiga dosa dari pikiran.
BAB III
PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Dharmasastra (Sanskerta: धर्मशास्त्र) adalah salah
satu susastra Hindu yang berkaitan dengan agama, kewajiban
dan hukum. Dharmasastra merupakan sastra yang sangat penting dalam agama dan
tradisi Hindu. Pertama sebagai sumber hukum keagamaan untuk menuju rumah tangga
yang ideal, kedua sebagai sumber pengatahuan hukum tentang agama Hindu, tradisi
dan etika.
Nama-nama para maharsi
sebagai penulis Hukum
Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu. Beberapa aliran
Hukum Hindu diantaranya:
1.
Aliran Yajnyawalkya
oleh Yajnyawalkya.
2.
Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3.
Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Sumber
Hukum Hindu berasal dari Veda
Sruti dan Veda Smrti.
Ada tiga penulis yang terkenal terkait dengan keberadaan kitab Dharmasutra, diantaranya adalah;
1. Gautama
adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya
hukumnya
lebih
menekankan pembahasan aspek hukum dalam rangkaian peletakan dasar tentang
fungsi dan tugas raja sebagai pemegang dharma
2.
Apastamba adalah penulis kitab Dharmasutra yang
karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang pokok-pokok materi wyawahara pada dengan beberapa masalah yang belum dibahas dalam kitab Gautama.
3.
Baudhayana adalah penulis kitab Dharmasutra yang
karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang
pokok-pokok hukum .
Menurut kitab Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, keberadaan titel hukum atau wyawaharapada dibedakan jenisnya menjadi delapan
belas (18), antara lain; Rinadana, Niksepa,
Aswamiwikrya, Sambhuya-samutthana, Dattasyanapakarma, Wetanadana , Samwidwyatikarma,
Krayawikrayanusaya, Swamipalawiwada, Simawiwada, Waparusya , Dandaparusya,
Steya, Sahasa, Stripundharma, Stridharma, Wibhaga,
Dyutasamahwya.
Bidang
–bidang Hukum Hindu sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal
adalah Manawa Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang
paling tua, adapun pembagian terdiri dari : Bidang Hukum Keagamaan,
Kemasyarakatan dan Ketata negaraan.
Dalam kitab Manawa Dharmasastra dapat ditemukan adanya
butir-butir Tri Kaya Parisudha yang mengandung ajaran tentang berpikir yang
baik, berkata yang baik, berbuat yang
baik. Dalam sloka IV-18 dinyatakan bahwa pakaian kita, pikiran dan kata-kata
kita hendaknya menyesuaikan diri dengan kewangsaan, kedudukan maupun kemampuan
kita.
Dharmasastra atau Etika Agama Hindu yang mengatur masyarakat
untuk mengikuti ajaran Dharma berpedoman kepada Kitab Mānawa Dharmaśāstra II.6
yang berbunyi sebagai berikut :
Idhānim
dharma pramānamyāha
Wedo
‘khilo dharmamūlam
Smrtiśīle
ca tadvidām
Ācāraścaiva
sādhunām
Ātmanastustireva
ca
Artinya
:
Seluruh
pustaka suci Weda adalah sumber pertama dari pada Dharma, kemudian adat
istiadat, tingkahlaku yang terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami
ajaran pustaka suci Weda, juga tata cara peri kehidupan orang-orang suci dan
akhirnya kepuasan diri pribadi.
Gagasan tentang sumber hukum Agama Hindu yang diatur secara
kronologis : Weda-Smrti-Acara-Atmanastusti, artinya Sruti, Smrti, Acara, Sila
dan Atmanastusti, yang semuanya merupakan sumber hukum Dharma. Dari semua
sumber itu sumber utama adalah Weda (Wedo Khilo). Tetapi bila dalam Weda itu
tidak ada, maka dapat dicari dalam Smrti. Bisa juga terdapat dalam kedua sumber
itu. Bila dari kedua sumber itu tidak ada, maka baru dilihat pada Acara
(kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berlaku). Bagian terakhir adalah sila
yaitu tingkah laku seseorang yang baik dan bila tingkah laku itu memberikan
kepuasan kepada diri sendiri atau Atma tusti
3.2 SARAN
Dengan
adanya tugas ini diharapkan kepada pembaca agar bersedia untuk membaca tugas
ini. Dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan tentang sumber-sumber hukum
hindu yang ada dalam kitab Dharmasastra yang berkaitan dengan etika atau tata
susila dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Lestawi, I Nengah.
2015. Hukum Hindu Serta Perkembangannya. Surabaya: Paramita