PENYEDERHANAAN RITUAL AGNIHOTRA
OLEH KELOMPOK 5
I PUTU SUMARTANA
KETUT BUDIARTA
I KETUT ARTANA
MULIADI
IDA AYU GEDE SHINTA VINA DEWI
ANAK AGUNG NOVI PRADNYAWATI
FAKULTAS BRAHMA WIDYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2015
KATA PENGANTAR
Rasa syukur dan terimakasih
penulis haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat
beliaulah sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Agnihotra merupakan
bagian dari berbagai jenis yadnya yang ada. Sehingga menarik perhatian untuk
dibuatkan makalah.
1. Dosen
Pengampu Weda yang selalu memberikan bantuan yang penulis butuhkan dalam proses
penyusunan karya tulis ini.
2. Teman-teman
guru yang mendukung dan membantu dengan ide-ide dan gagasannya.
3. Keluarga
yang selalu memberikan dukungan moral sehingga penulis mampu menyelesaikn karya
tulis ini dengan hasil yang maksimal.
Dengan terselesaikannya karya
tulis ini semoga dapat menjadi contoh dalam penulisan karya tulis yang lainnya
dan mencapai hasil yang maksimal.
Denpasar, Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. LATAR
BELAKANG......................................................................... 1
B. RUMUSAN
MASALAH.................................................................... 2
C. TUJUAN.............................................................................................. 2
D. MANFAAT.......................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Agnihotra.............................................................................................. 3
B. Agnihotra Dalam Sebatang Dupa/Pengasepan..................................... 8
BAB III. PENUTUP.......................................................................................... 11
A. Kesimpulan........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Aktivitas keagamaan
yang terjadi dewasa ini semakin semarak dan bergairah dari kalangan usia muda
yang datang ke Pura untuk melakukan Puja. Kalau kita lihat dewasa ini, upacara
ritual keagamaan sangat megah. Upacara megah tersebut belumlah bisa dipakai
ukuran bahwa kita telah melaksanakan ajaran agama dengan baik. Kita perlu
menyelaraskan perimbangan pelaksanaan tiga kerangka agama Hindu agar umat
menjadi semakin kuat dan penuh sraddhanya. Karena kalau hanya menekankan pada
ritual tanpa disertai pemahaman tattwa dan susila semuanya terasa bak
takhyul saja, maka inilah tantangan Hindu ke depan.
Upacara Agnihotra
adalah upacara berdasarkan Veda, upacara ini perlu mendapat perhatian untuk
dijadikan sebagai pendamping atau sebagai alternatif di dalam menyempurnakan
persembahan atau pelaksanaan upacara yajna. Kalau dilihat sejarah di Bali,
Agnihotra yang sering disebut Homa Yajna telah datang dan dilaksanakan di Bali
bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Bali.
Oleh karena itu, ketika
upacara Agnihotra mulai berkebang dan hidup lagi, maka tidaklah patut
dicurigai, bahwa ia hadir sebagai aliran atau upacara yang asal atau sumbernya
tidak jelas. Perkembangan suatu ritual agama yang berdasarkan kitab suci
membantu memperkuat agama itu sendiri dan memperbesar keyakinan dan ketaatan
pelaksanaan ajaran agamanya. jadi pengembangan Agnihotra kedepan
sepenuhnya terserah pada umat untuk memilihnya. Kebebasan ini tercermin
dalam Bhagavadgita dengan menyebutkan “jalan apapun yang kau tempuh akan aku
karunai”
Seperti dalam petikan
kisah Ramayana, di mana pada tampilan awalnya selalu muncul upacara Agnihotra
yang dilakukan oleh para “pertapa”, guru-guru suci, rsi-rsi di pertapaannya.
Jadi jelas bahwa upacara tersebut memanglah sebuah upacara tua menurut Veda
yang sampai saat masih banyak dilakukan di India. Upacara ini berlaku secara
universal, karena dilakukan di upacara-upacara keagamaan secara umum.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
penjelasan Agnihotra?
2.
Adakah
Hubungan Agnihotra dengan pengasepan atau sebatang dupa?
C. Tujuan
Makalah
Tujuan makalah yang dapat disampaikan adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk
mengetahui apakah agni hotra tersebut.
2.
Memahami
hubungan yang ada dalam nyala sebatang dupa dan pengasepan dengan agni hotra.
D. Manfaat
Makalah
Manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
meningkatkan keilmuan terutama dalam bidang yadnya khususnya agnihotra.
2.
Untuk
menyelesaikan tugas kelompok untuk mencapai nilai yang diaharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agnihotra
1. Definisi
Agnihotra
Berlandaskan petikan mantra Reg
Veda I.1.1
Agnimile Purohitam, yajnasya devam rtvijam
Hotaram ratnadhatanam
Arti :
“oh deva
Agni, Engkau sebagai Pendeta Utama, dewa pelaksana upacara yajna, kami
memuja-Mu, Engkau pemberi Anugrah berupa kekayaan yang utama”
Maknanya
adalah bahwa dewa Agni berfungsi dan bertugas sebagai Purohita (Pendeta Utama),
maka dapat disimpulkan bahwa tanpa dewa Agni berarti semua upacara persembahan
akan sia-sia belaka. Kalau dikaitkan dengan yajna di jaman sekarang tidak akan
lepas dari api itu sendiri.
Kemudian agnihotra
di definisikan berasal dari kata Sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu
Agni dan Hotra. Agni adalah api dan Hotra adalah persembahyangan atau melakukan
persembahan. Jadi agnihotra adalah sebuah ritual atau bentuk upacara
persembahan. Secara umum semua yajna
dalam Veda mempunyai arti sama yaitu Agnihotra. Sebab pengertian yajna dalam
Veda adalah persembahan yang dituangkan ke dalam api suci.
Api suci
yang dimaksud adalah api yang dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda
adalah lambang pengorbanan. Mengapa persembahan dimasukkan dalam api, hal ini
disebutkan dalam Purana, bahwa Dewa Agni (disimbulkan dengan api) adalah
lidahnya Tuhan. Sehingga maknanya adalah jika persembahan disampaikan melalui
lidah Tuhan, maka persembahan tidak akan nyasar ketempat lain.
2. FUNGSI
AGNIHOTRA
Pada hakekatnya Agnihotra adalah
upacara multifungsi. Secara garis besar kehidupan manusia dibagi menjadi dua
yaitu :
a)
Kewajiban; yaitu berupa perintah
Tuhan yang harus dilaksanakan oleh umatnya
b)
Tindakan yang dilakukan
berdasarkan untuk pemenuhan kebutuhan/keinginan
Demikian pula upacara Agnihotra
dilakukan untuk :
1.
Nitya Karma (sebagai
kewajiban)
Nitya karma adalah sebuah kewajiban yang harus
dilakukan seseorang sebagai penganut Hindu. Dari kewajiban ini dapat diketahui
bahwa semua tugas mulia tersebut berguna untuk membersihkan diri dan selalu
melakukan pencerahan hidup. Ada enam hal penting yang menjadi tugas pokok yang
harus dilakukan sebagai pelaksanaan Nitya Karma, yaitu :
a.
Dewa Puja
b.
Melaksanakan Homa dan Belajar sastra
Agama
c.
Melayani Orang Tua
d.
Memberi pelayanan kepada binatang,
orang miskin dan orang tak punya
e.
Melayani Guru, Athiti
f.
Meditasi
2.
Naimitika Karma/Kamya Karma (sebagai
bentuk keinginan pada kebaikan)
Naimitika Karma
atau sering disebut Kamya Karma adalah suatu kegiatan yang dilakukan
berdasarkan keinginan.
3.
Mencapai Pembebasan
Jika dia
melakukan persembahan sebelum matahari terbit, ini seperti memberikan pada
seseorang seekor gajah, ketika tangannya tidak menjulur keluar. Tetapi jika
mempersembahkan setelah matahari terbit, ini seperti memberikan sesuatu pada
seseorang seekor gajah setelah ia menjulurkan tangannya. Oleh karean itu, harus
dilakukan pada saat matahari terbit yang akan membawanya pada Surga.
4.
Penebusan Dosa
Disebutkan
dalam Satapathabrahamana 2.3.1.6 bahwa seperti seekor ular bisa bebas dari
kulitnya, demikian pula ia membebaskan dirinya dari kejahatan malam hari,
demikian pula halnya yang mengetahui dengan melakukan persembahan Agnihotra ia
akan bebas dari kejahatan. Penjelasan tentang pembebasan dari kejahatan dan
dosa dapat dilakukan dengan melaksanakan agnihotra pada saat matahari terbenam.
Ini disebutkan dalam kitab-kitab suci Jaiminiyabrahmana I.8;I.9-10 dan masih
banyak kitab lainnya.
5.
Homa Therapy
Homa Therapy
berarti penyembuhan. Ini ditimbulkan karena efek pelaksanaan Homa di udara.
Methodenya adalah harmonisasi putaran energi yang sederhana dari planet.
Seorang ahli menjelaskan bahwa reaksi kimia yang terjadi ketika pyramid api
Agnihotra membakar semuanya. Yang terpenting adalah radiasinya, kita tahu aspek
kimia dari api dimana bagian akhirnya didapatkan H2O, CO2 dan CO. Kemudian ada
sinar dan sinar infra merah. Ini adalah pemandangan klasik. Jika dilihat
struktur yang lebih halus dari api, maka didapatkan lompatan-lompatan electron
dari satu atom pada atom lainnya (seperti sinar dari lampu) dan ini merupakan
emisi pada level yang sangat halus dengan serangan tiba-tiba yang kuat
seperti teori quantum modern.
3. WAKTU YANG
TEPAT MELAKSANAKAN AGNIHOTRA
Waktu
pelaksanaan agnihotra yang baik sangat tergantung pada jenis upacara agnihotra
yang dilaksanakan, yaitu :
1.
Waktu untuk Nitya Karma
Pelaksanaannya
ditentukan oleh keberadaan matahari yaitu matahari terbit atau terbenam.
Seperti disebutkan dalam beberapa kitab suci, yaitu :
a.
Kitab Katakasamhita;6,5;54-4
disebutkan “ dia hendaknya melaksanakan agnihotra di sore hari ketika saat
matahari terbenam, pagi hari ketika matahari belum terbit”
b.
Maitrayanisamhita I.8,7 ; 129-9
disebutkan “agnihotra hendaknya dilaksanakan pada saat malam tiba dan pagi hari
setelah matahari terlihat bersinar terang”
2.
Waktu untuk Naimitika Karma
Waktu
pelaksanaan agnihotra dalam rangka Naimitika Karma sedikit berbeda dengan waktu
sandhya agnihotra atau Nitya Karma. Pada Kamya atau Naimitika Karma, agnihotra
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang dipilih oleh Yajamana dan Purohita.
4. CARA KERJA
AGNIHOTRA
Prinsip
keseimbangan sangat dominant dalam kerja Agnihotra. Seperti proses terjadinya
hujan, dimana Air laut menguap karena panas matahari, membentuk awan tebal,
terbawa angin kearah pegunungan, karena dingina membentuk titik-titik air,
jatuh menjadi hujan, memberikan kesuburan kepada hutan. Air hujan meresap dan
disimpan oleh lapisan hutan, mengalir mengikuti aliran sungai dan berakhir di samudra.
Siklus ini terulang terus, tiada henti. Dengan adanya hujan ini maka
kelangsungan hidup semua mahluk hidup menjadi terjaga. Demikian juga kerja
agnihotra dengan menyalakan api suci, dimana persembahan utama ghee,
biji-bijian, dan bunga-bungaan, semua keharuman ini terbawa oleh asap yang
bergabung bersama awan, kemudian menjatuhkan hujan. Hujan mendatangkan
kesuburan, kesuburan ini dinikmati umat manusia dalam menjalani hidupnya di
dunia.
Pernyataan ini termuat disebutkan
dalam Atharvaveda VIII.107.1
ava divas tarayanti, sapta suryasya rasmayah
apah samudriya dharah
Arti :
”tujuh sinar matahari, mengangkat uap air dari samudra
naik ke langit dan semuanya itu menyebabkan turunnya hujan”
5. PELAKSANAAN AGNI HOTRA
Persembahan Homa Yajña/Agnihotra sebaiknya
dipimpin oleh seorang Dvijati atau pandita (pùjàri), bila tidak memungkinkan
dapat dilaksanakan oleh seorang pamangku atau pinandita yang hidupnya
senantiasa Vegetarian. Para peserta mengiringi pemimpin upacara dengan
mengucapkan Svàha (untuk Dewa Yajña dan Yajña yang lain) dan Svàdha khusus
untuk upacara Homa Yajña yang dilakukan dalam rangka Pitra Yajña, pada akhir
setiap mantra dengan sekaligus mempersembahkan persembahan yang telah
disediakan dengan bahan persembahkan ditempatkan di atas telapak tangan dalam
posisi tengadah yang disorongkan kedalam Kunda atau Vedi, tempat api
persembahan berkobar. Homa Yajña yang dilakukan dalam rangka upacara kematian,
biasanya dilakukan setelah 12 hari selesai pembakaran jenasah (Antyesti atau
Ngaben), sebelum hari tersebut dipandang masih dalam keadaan Cuntaka. Peserta
yang mengikuti upacara Homa Yajña/Agnihotra dilarang bercakap-cakap dengan
sesama peserta, merokok, minum minuman keras dan melakukan penyucian diri
(mandi besar) seandainya sebelumnya melakukan hubungan suami-istri.
Sebelum secara khusus
membahas pelaksanaan upacara Yajña ini, kiranya perlu diketengahkan tata-tertib
untuk melaksanakan dan mengikuti upacara yang sangat suci ini, antara lain:
peserta telah datang 15 menit sebelum upacara dimulai, diharapkan memakai
pakaian sembahyang, yang dibenarkan duduk di sekeliling kunda, vedi atau lobang
api hanyalah mereka yang telah didvijati (pandita) atau pamangku (pinandita),
sedang peserta lainnya mengambil posisi dari para pandita atau pinandita
tersebut. Sang Yajamana atau yang mempersembahkan upacara dan seluruh peserta
upacara tidak diperkenankan meninggalkan upacara sebelum upacara selesai
dilaksanakan. Posisi duduk peserta upacara adalah: peserta wanita di sebelah
kiri dan laki-laki di sebelah kanan kunda atau vedi. Dilarang keras
mempersembahkan ke dalam api suci bahan-bahan kimia berupa plastik, lilin, dupa
atau bahan-bahan yang telah jatuh ke tanah, karena telah cemar atau lungsuran.
Pelaksanaan Homa Yajña/Agnihotra dimulai dengan menyiapkan air suci (sedapat mungkin Tìrtha Gangga), dan sangat baik bila seorang atau beberapa Dvijati (pandita) terlebih dahulu “ngarga” atau memohon Tìrtha dengan menghadirkan dewi Gangga (dengan sarana Ganggastava) di dalam Kumbha (di atas Tripada) sebagai sarana dalam acara Homa Yajña/Agnihotra. Selanjutnya dilakukan penyucian diri (acamana) dan Praóàyama. Setelah penyucian diri dan praóàyama dilanjutkan dengan pemujaan kepada Agni (menggunakan mantra Agni Sùkta/Ågveda I.1-9), Gàyatri mantram 108 atau 21 kali, Mahamåtyuñjaya 21 kali dan dalam pemujaan tertentu untuk kesejahtraan nusa dan bangsa menggunakan mantram-mantram seperti berikut: Påthivì Sùkta, Puruûa Sùkta, Nasadiya Sùkta, Úàntiprakaraóa dan ditutup dengan Úànti mantra (Paramaúànti).
Pelaksanaan Homa Yajña/Agnihotra dimulai dengan menyiapkan air suci (sedapat mungkin Tìrtha Gangga), dan sangat baik bila seorang atau beberapa Dvijati (pandita) terlebih dahulu “ngarga” atau memohon Tìrtha dengan menghadirkan dewi Gangga (dengan sarana Ganggastava) di dalam Kumbha (di atas Tripada) sebagai sarana dalam acara Homa Yajña/Agnihotra. Selanjutnya dilakukan penyucian diri (acamana) dan Praóàyama. Setelah penyucian diri dan praóàyama dilanjutkan dengan pemujaan kepada Agni (menggunakan mantra Agni Sùkta/Ågveda I.1-9), Gàyatri mantram 108 atau 21 kali, Mahamåtyuñjaya 21 kali dan dalam pemujaan tertentu untuk kesejahtraan nusa dan bangsa menggunakan mantram-mantram seperti berikut: Påthivì Sùkta, Puruûa Sùkta, Nasadiya Sùkta, Úàntiprakaraóa dan ditutup dengan Úànti mantra (Paramaúànti).
Sarana upacara
persembahan adalah kayu bakar, sedapat mungkin kayu mangga, intaran, beringin,
cempaka, sandat, tulasi, majagau, batang kelapa kering atau cendana yang telah
kering dengan panjang + 10 -30 Cm dengan diameter 1-2 Cm, supaya mudah terbakar.
Gahvya (gobhar) diambil dari kotoran sapi-sapi yang dipelihara dan disayangi
oleh pemiliknya dan bukan berasal dari tempat/rumah pemotongan hewan. Sarana
lainnya adalah daun, batang, bunga, akar dan ranting kayu tulasi (disebut
Pañcàngga) dan juga daun mangga, di samping juga susu segar, yoghurt, gula
merah, ghee (susu asam), madhu (kelima materi tersebut dinamakan Pañcàmåta),
kapulaga, biji kacang hijau, cengkeh, beras merah, putih dan hitam serta wijen.
Sangat baik bila
sebelum mempersembahkan Homa Yajñ didahului dengan mempersembahkan pejati dan
pesaksi kepada dewata yang bersthana di sebuah pura bila upacara itu
dilaksanakan di dalam pura. Bila dikaitkan dengan upacara besar, sangat baik
dilengkapi dengan Pañcadhatu (emas, perak, tembaga, kuningan dan besi).
Adapunbentuk kunda atau vedi umunya berbentuk piramid terbalik, dapat dibuat dari tembaga atau besi, disamping juga dari batu bata atau sebuah paso (belanga yang agak datar di Bali juga disebut dengan nama cobek dan semuanya harus baru (payuk anyar). Bila upacara Homa Yajna/Agnihotra dilaksanakan pada pagi hari sangat baik bila menghadap ke Timur, sore hari menghadap ke Barat. Bila didepan altar atau pelinggih, sebaiknya menghadap altar atau pelinggih tersebut. Demikian pula bila dilaksanakan di tepi pantai hendaknya menghadap ke laut, di pegunungan diarahkan ke puncak gunung dan di tepi sungai atau mata air, di arahkan ke sungai atau mata air.
Adapunbentuk kunda atau vedi umunya berbentuk piramid terbalik, dapat dibuat dari tembaga atau besi, disamping juga dari batu bata atau sebuah paso (belanga yang agak datar di Bali juga disebut dengan nama cobek dan semuanya harus baru (payuk anyar). Bila upacara Homa Yajna/Agnihotra dilaksanakan pada pagi hari sangat baik bila menghadap ke Timur, sore hari menghadap ke Barat. Bila didepan altar atau pelinggih, sebaiknya menghadap altar atau pelinggih tersebut. Demikian pula bila dilaksanakan di tepi pantai hendaknya menghadap ke laut, di pegunungan diarahkan ke puncak gunung dan di tepi sungai atau mata air, di arahkan ke sungai atau mata air.
B. Agnihotra
Dalam Sebatang Dupa/Pengasepan
AGNIHOTRA adalah upacara yadnya untuk memuja Hyang
Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Agni, dan merupakan maha yadnya,
multifungsi, efisien, serta effektif. Sumber-sumber upacara Agnihotra bisa
dijumpai pada kitab-kitab Ithihasa, Purana (Kekawin Ramayana) dan beberapa
upanisad seperti: Swetha Swatara Upanisad, Maitri Upanisad, Prasna Upanisad,
dan Sri Isopanisad. Didalam kitab suci Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda, Atharwa
Weda, puja-puja terhadap Dewa-Dewa sangat banyak tetapi yang dominan adalah
puja-puja kepada Dewa Agni. Dewa Agni, dalam bentuk material api dalam
kehidupan manusia memiliki tujuh fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai penerang
2. Sebagai pencuci dan pembasmi kekotoran
3. Sebagai pengusir roh jahat
4. Sebagai penghubung pemuja dan yang dipuja
5. Sebagai saksi upacara
6. Sebagai pendeta pemimpin upacara
7. Sebagai sumber kekuatan atau energi
Seperti halnya pengasepan, Di Bali khusunya juga
memiliki kemiripan dengan ritual agni hotra. Namun pengasepan bahkan jauh
sederhana dari ritual agni hotra. Pengasepan juga difungsikan dengan 7 fungsi
material api tersebut.
Atharwa Weda XXVIII.6, menyatakan :
Yatra
suharda, sukrtam Agnihotra hutam yatra lokah tam lokam yamniyabhisambhuva sano
himsit purusram pasumsca.
artinya
Dimana mereka yang hatinya mulia
bertempat tinggal, orang yang pikirannya damai dan mereka yang mempersembahkan
dan melaksanakan Agnihotra, disana majelis (pimpinan masyarakat) bekerja dengan
baik, memelihara masyarakat, tidak menyakiti mereka dan binatang ternaknya
Dengan demikian sesungguhnya Yadnya Agnihotra
mempunyai landasan sastra yang jelas sehingga tidak perlu membuat kita ragu
lagi. Yang perlu dibicarakan dengan bijaksana adalah aplikasinya dalam
keseharian masyarakat khususnya di Bali yang sangat kuat adatnya jangan sampai
umat pada tataran awam menjadi menolak Agnihotra ini hanya karena melihat
ritualnya yang sangat berbeda dengan kebiasaan upacara yadnya di Bali
(Ke-Indiaan). Penolakan ini tidak hanya pada tataran masyarakat awam tetapi ada
juga Pandita yang tidak sependapat walaupun tidak prontal seperti dengan tidak
mengijinkan dilaksanakan di utama mandala (Jeroan Pura). Berbicara sebuah
ritual sebenarnya juga berbicara masalah adat dimana adat ini adalah kebiasaan
masyarakat dan bersifat tidak kekal (dinamis) sehingga mau tidak mau akan
menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Walaupun demikian memadukan adat yang
berbeda (India dan Indonesia/Bali) seperti dalam aplikasi Yadnya Agnihotra
dengan tradisi India yang dilaksanakan di Bali, maka perlu kesadaran, bahwa hal
itu akan dapat menimbulkan pertentangan, maka tindakan yang bijak adalah tidak
ekstreem dengan serta merta (100%) membawa tata cara India ke Bali tetapi yang
terbaik adalah menyesuaikan dengan local genius tanpa menghilangkan maknanya.
Ada “Hotri” (pemimpin Yadnya Agnihotra) yang sudah
dapat melakukannya dengan baik sehingga saat mengikuti Agnihotra, maka
perpaduan India dan Bali sangat baik sehingga hampir menyerupai Puja Stawa
Pemangku tetapi tetap terasa bedanya. Hal lain adalah cara duduk apakah harus
melingkar khususnya ketika dilaksanakan didalam Pura, karena kebiasaan kita di
Bali (Indonesia) adalah menghadap ke Pelinggih sehingga tidak membelakangi
Pelinggih. Juga kebiasaan menghadap ke Matahari atau gunung. Lalu sarana yadnya,
apakah tidak bisa dari lokal karena kita dididik oleh leluhur untuk mengambil
sarana sembahyang dari lingkungan kita, seperti kita dibiasakan untuk menanam
kembang, pohon janur, dll yang nantinya akan kita persembahkan kembali kepada
Hyang Widhi, nah kalau untuk Agnihotra kemudian kita harus import bahan-bahan
dari India apakah hal itu benar ? dan banyak hal yang akan berbeda penafsiran
bagi setiap orang.
Untuk itu mari kita berpikir sejenak, mengalihkan
perhatian kita ke dalam pengasepan tersebut. membakar kemenyan dan dupa banyak
dijumpai dalam upacara agama Hindu. Pada waktu permohonan tirta yang dilakukan
Sang Pandita sebelum persembahyangan Tri Sandya dan Muspa, Mecaru dan sebelum
pelarungan seganten sesaji Melasti. Bahwa pengasepan atau dupa intinya sebagai
material api, makadari itu pengasepan dan dupa juga masuk ke dalam 7 fungsi
material api. Ini seseuai dengan makna dan tujuan dari agni hotra.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah adanya kesamaan
dan kemiripan antara fungsi material api antara agnihotra dengan pengasepan.
Begitu pintarnya leluhur kita, sehingga menciptakan konsep penyederhanaan tampa
mengurangi makna dan filosopy dari agni hotra, serta hakekatnya sama. Seperti
fungsi material api berikut:
1. Sebagai penerang
2. Sebagai pencuci dan pembasmi kekotoran
3. Sebagai pengusir roh jahat
4. Sebagai penghubung pemuja dan yang dipuja
5. Sebagai saksi upacara
6. Sebagai pendeta pemimpin upacara
7. Sebagai sumber kekuatan atau energi
2. Sebagai pencuci dan pembasmi kekotoran
3. Sebagai pengusir roh jahat
4. Sebagai penghubung pemuja dan yang dipuja
5. Sebagai saksi upacara
6. Sebagai pendeta pemimpin upacara
7. Sebagai sumber kekuatan atau energi
DAFTAR PUSTAKA
Anda Jago Sabung Ayam online? Yuk daftar dan dapatkan Bonux 8x win terbaru dari Bolavita senilai 100% dari total taruhan anda.
BalasHapusBerhasil Menebah 8x win secara beruntun.. Anda mendapatkan Bonus Sabung Ayam 100%
Informasi Selengkapnya Hubungi :
WA : +62812-2222-995
Telegram : @bolavitacc
Wechat : Bolavita
Line : cs_bolavita
Baca Juga :
https://medium.com/@bvmaniak/sabung-ayam-filipina-adu-ayam-paling-sadis-c60145d9c3f9
https://pemainayam.hatenablog.com/entry/2019/08/31/S128_Sabung_Ayam_Filipina_-_Pemainayam.club?
Sabung Ayam Filipina