Senin, 03 Oktober 2016

TUGAS SUSILA III TATA SUSILA DALAM KITAB DHARMASASTRA

  KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puja dan Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan limpahan-Nya kepada kami  dalam penulisan makalah yang berjudul " Tata Susila Dalam Kitab Dharmasastra"  sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

            Kami menyadari bahwa makalah  ini masih jauh dari sempurna, karena terbatasnya  waktu, pengalaman, dan pengetahuan dalam pembuatan makalah ini. Dalam kesempatan ini, kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga dapat dijadikan panduan dalam pembuatan makalah  selanjutnya.

            Kami  berharap makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Bila ada kesalahan dari makalah ini, kami mohon maaf.

 Om shanti, shanti,shanti,Om

 Denpasar,   Maret 2016

Penulis



DAFTAR ISI

Daftar Isi                                                                                                       Halaman
Kata pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3.Tujuan............................................................................................... 2
1.4.Manfaat............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Dharmasastra.................................................................. 3
2.2.1. Nama-nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu............. 3
2.2. Sumber - Sumber Hukum Hindu..................................................... 4
2.2.1 Sumber Hukum dalam Arti Sejarah............................................... 6
2.2.2 Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologi................................. 7
2.2.3 Sumber Hukum Hindu dalam Arti Formil.................................... 7
2.2.4 Sumber Hukum Hindu dalam arti Filsafat..................................... 8
2.2.5 Sumber Hukum menurut Veda...................................................... 8
2.2.6 Sumber Etika Agama  Hindu......................................................... 11
2.4 Tri Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra............. 14

BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan.......................................................................................... 16
3.2. Saran................................................................................................ 17

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari umat manusia khususnya umat Hindu mempunyai pedoman hidup sebagai penuntun kehidupannya yaitu kitab suci Veda. Dalam ajaran Veda sangat universal, maka dari itu khususnya lagi yang dijadikan  sebagai pedoman pedoman oleh manusia dalam bertingkah laku disebut dengan Tata susila. Tata susila merupakan peraturan tingkah laku yang baik dan mulia, yang bertujuan untuk membina perhubungan yang selaras atau yang rukun antara seseorang dengan makhluk yang hidup disekitarnya. Tata susila berangkat dari ajaran agama bahwa pada hakikatnya jiwatma setiap makhluk adalah sama, demikian pula jiwatma setiap manusia. Ajaran etika atau moralitas adalah tingkah laku yang baik dan benar untuk kebahagiaan hidup serta keharmonisan hidup antarsesama manusia, antarmanusia dengan alam bahkan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mendapatkan kemuliaan akhlak ada beberapa ajaran yang berkaitan dengan pengendalian diri untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya ajaran karmapala, tri kaya parisudha, dan lain sebagainya. Ajaran tata susila tersurat dalam pustaka hindu seperti dalam Veda, Manawa Dharmasastra, Bhagawadgita, Sarasamuccaya dan beberapa Lontar. Beberapa lontar menjelaskan bagaimana tingkah laku yang baik dan benar, serta berisikan petuah-petuah untuk jalan yang benar dalam bertingkah laku. Sebagaimana kita ketahui bahwa etika merupakan tatanan yang melandasi tingkah laku manusia, dan dengan etika agar manusia bertingkah dan bersikap yang lebih baik. Untuk itu etika mempunyai banyak peranan, sebagaimana juga fungsinya yang menjadi suatu media pembimbing tingkah laku manusia, agar menjadi orang yang baik. Dalam hal ini etika dapat dikatakan sebagai pemberi arahan, atau pedoman kepada manusia bagaimana sebaiknya bertingkah laku dalam masyarakat.
Sebagai petunjuk, etika memberikan arahan suatu perbuatan apakah itu perbuatan baik atau  salah, sehingga apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak. Tuntunan, bimbingan ataupun petunjuk sangat diperlukan agar nantinya manusia dapat menjalin hubungan yang baik dan harmonis sesamanya. Sebagai suatu norma, etika menjadi patokan tentang suatu perbuatan yang dilarang, sehingga masyarakat tentu harus mengikuti norma-norma yang berlaku tersebut. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat hidup dengan tertib, teratur, aman dan tentram demi tercapainya kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan memperoleh ketenangan hidup bersama.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.    Apa Pengertian Dharmasastra
2.    Apa Saja Sumber-Sumber Hukum Hindu
3.    Apa Saja Bidang-Bidang Hukum Hindu
4.    Bagaimana Tri Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra

1.3  TUJUAN
 1.  Untuk Mengetahui Pengertian Dharmasastra
2.    Untuk Mengetahui Apa Saja Sumber-Sumber Hukum Hindu
3.    Untuk Mengetahui Apa Saja Bidang-Bidang Hukum Hindu
4.    Untuk Mengetahui Bagaimana Tri Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra

1.4 MANFAAT
Manfaat penulisan makalah ini untuk mengetahui sumber-sumber hukum hindu yang ada dalam kitab Dharmasastra yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidup bermasyarakat dan beragama, karena pada kitab Dharmasastra telah diatur mengenai tingkah laku atau tata susila dalam manusia menjalankan kehidupan bermasyarakat dan beragama.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dharmasastra
Dharmasastra (Sanskerta: धर्मशास्त्र) adalah salah satu susastra Hindu yang berkaitan dengan agama, kewajiban dan hukum. Susastra Dharmasastra, terutama dari tradisi Brahmani di India dan merupakan sistem skolastik yang rumit dari tradisi weda.  Dan karena yurisprudensi dalam Dharmasastra ini, oleh Pemerintah Kolonial Inggris di India dijadikan sebagai dasar Hukum Pertanahan bagi penduduk Hindu di India. Sejak saat itu, Dharmasastra dikaitkan sebagai hukum Hindu, sedangkan dalam hindu sendiri, Dharmasastra lebih tepat disebut sebagai penuntun kehidupan beragama, yang mana kandungan isi dari Dharmasastra lebih merujuk pada kehidupan beragama dibandingkan dengan buku hukum. Dan Dharmasastra merupakan sastra yang sangat penting dalam agama dan tradisi Hindu. Pertama sebagai sumber hukum keagamaan untuk menuju rumah tangga yang ideal, kedua sebagai sumber pengatahuan hukum tentang agama Hindu, tradisi dan etika.
2.1.1 Nama-nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu
Nama-nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu. Beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya:
1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya.
2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya keberadaan hukum Hindu dapat berkembang dengan pesat khususnya di wilayah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara. Pelembagaan aliran (Yajnyawalkya dan Wijnaneswara) yang diatas sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra. Adapun penggaruh Hukum Hindu sampai ke Indonesia nampak jelas pada Jaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagai sumber yang berisikan ajaran-ajaran pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu.

2.2 Sumber - Sumber Hukum Hindu
Sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti. Veda Sruti adalah kitab suci Hindu yang berasal dari wahyu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang didengar langsung oleh para Maharsi, yang isinya patut dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti adalah kitab suci Hindu yang ditulis oleh para Maharsi berdasarkan ingatan yang bersumber dari wahyu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya patut juga dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma.
Ada tiga penulis yang terkenal terkait dengan keberadaan kitab Dharmasutra, diantaranya adalah;
1.   Gautama  adalah  penulis  kitab  Dharmasutra  yang  karya  hukumnya  lebih menekankan pembahasan aspek hukum dalam rangkaian peletakan dasar tentang fungsi dan tugas raja sebagai pemegang dharma. Pada dasarnya beliau membahas tentang pokok-pokok hukum pidana dan hukum perdata.
2.    Apastamba adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang   pokok-pokok materi wyawahara pada dengan beberapa masalah yang belum dibahas dalam kitab Gautama, seperti; mengenai hukum perzinahan, hukuman karena membunuh diri, hukuman karena melanggar dharma, hukum yang timbul karena sengketa antara buruh dengan majikan, dan hukum yang timbul karena penyalah-gunaan hak milik.
3.  Baudhayana adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang pokok-pokok hukum seperti; hukum mengenai bela diri, penghukuman karena seorang Brahmana, penghukuman atas golongan rendah membunuh Brahmana, dan penghukuman atas pembunuhan yang dilakukan terhadap ternak orang lain.
Menurut tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharhsi penyusunan atau pengelompokan materi yang lebih sistematis maka sumber Hukum Hindu berasal dari Weda Sruti dan Weda Smrti, dalam pengertian Sruti disini tidak tercatat melainkan sudah menjadi wacana wajib untuk melaksanakannya, namun dapat kita lihat yang tercatat pada Weda Smrti karena merupakan sumber dari suatu ingatan dari para Maharshi, untuk itu sumber – sumber Hukum Hindu dari Weda Smerti dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kelompok Upaweda /Weda tambahan ( Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Weda dan Gandharwa Weda ).
2. Kelompok Wedangga/Batang tubuh Weda ( Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa )
Bagian terpenting dari kelompok Wedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia yang disebut dharma.
Menurut kitab Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, keberadaan titel hukum atau wyawaharapada dibedakan jenisnya menjadi delapan belas (18), antara lain;
1.     Rinadana yaitu ketentuan tentang tidak membayar hutang.
2.     Niksepa adalah hukum mengenai deposito dan perjanjian.
3.     Aswamiwikrya adalah tentang penjualan barang tidak bertuan.
4.     Sambhuya-samutthana yaitu perikatan antara firman.
5.     Dattasyanapakarma adalah ketentuan mengenai hibah dan pemberian.
6.     Wetanadana yaitu hukum mengenai tidak membayar upah.
7.       Samwidwyatikarma  adalah  hukum  mengenai  tidak  melakukan  tugas  yang diperjanjikan. 
8.     Krayawikrayanusaya artinya pelaksanaan jual beli. 
9.     Swamipalawiwada artinya perselisihan antara buruh dengan majikan. 
10.   Simawiwada artinya perselisihan mengenai perbatasan 
11.   Waparusya adalah mengenai penghinaan. 
12.   Dandaparusya artinya penyerangan dan kekerasan. 
13.   Steya adalah hukum mengenai pencurian.
14.   Sahasa artinya mengenai kekerasan.
15.   Stripundharma adalah hukum mengenai kewajiban suami-istri.
16.   Stridharma artinya hukum mengenai kewajiban seorang istri.
17.   Wibhaga adalah hukum pembagian waris.
18.   Dyutasamahwya adalah hukum perjudian dan pertaruhan

Selanjutnya  berdasarkan  perkembangan  ilmu  pengetahuan,  peninjauan  sumber hukum Hindu dapat dilakukan melalui berbagai macam kemungkinan antara lain:
2.2.1 Sumber Hukum dalam Arti Sejarah
Sumber hukum dalam arti sejarah adalah peninjauan dasar-dasar hukum yang dipergunakan oleh para ahli sejarah dalam menyusun dan meninjau pertumbuhan suatu bangsa terutama di bidang politik, sosial, kebudayaan, hukum dan lain- lain, termasuk berbagai lembaga Negara.
Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, periode berlakunya hukum tersebut pun dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain:
1)   Pada jaman Krta Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Manu.
2)  Pada jaman Treta Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Gautama.
3)    Pada   jaman   Dwapara   Yuga berlaku   (Hukum   Hindu   Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Samkhalikhita.
4)   Pada jaman Kali Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Parasara.
Keempat bentuk kitab Dharmasastra di atas, sangat penting kita ketahui dalam hubungannya dengan perjalanan sejarah hukum Hindu


2.2.2  Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologi
Penggunaan sumber hukum ini biasanya dipergunakan oleh para sosiolog dalam menyusun thesa-thesanya, sumber hukum itu dilihat dari keadaan ekonomi masyarakat pada jaman-jaman sebelumnya. Sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus di tunjang oleh data-data sejarah dari masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu sumber hukum ini tidak bersifat murni berdasarkan ilmu sosial semata melainkan memerlukan ilmu bantu lainnya. Pengetahuan yang membicarakan tentang kemasyarakatan disebut dengan sosiologi. Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik hubungan agama, budaya, bahasa, suku, darah dan yang lainnya.
 
2.2.3  Sumber Hukum Hindu dalam Arti Formil
Sumber hukum dalam arti formil menurut Prof. Mr.J.L.Van Aveldoorm adalah sumber hukum yang berdasarkan bentuknya yang dapat menimbulkan hukum positif itu, artinya dibuat oleh badan atau lembaga yang berwenang. Yang termasuk merupakan sumber hukum dalam arti formil dan bersifat pasti yaitu; Undang-undang, Kebiasaan dan adat, serta Traktat. Di samping sumber-sumber hukum yang disebutkan di atas, ada juga penunjukan sumber hukum dengan menambahkan kata yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum. Dengan demikian dapat kita lihat susunan sumber hukum dalam arti formil sebagai berikut:
a.  Undang-undang.
b.  Kebiasaan dan adat.
c.  Traktat
d.  Yurisprudensi
e.  Pendapat ahli hukum yang terkenal.


2.2.4  Sumber Hukum Hindu dalam arti Filsafat
Sumber hukum dalam arti filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian yang tak terpisahkan atau integral dari agama. Filsafat adalah ilmu pikir, filsafat juga merupakan pencairan rasional ke dalam sifat kebenaran atau realistis, yang juga memberikan pemecahan yang jelas dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan yang lembut dari kehidupan ini, di mana ia juga menunjukkan jalan untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran dan kematian. Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu ilmu filsafat Hindu menegaskan sistem dan metode pelaksanaannya sebagai berikut:
a.   Harus berdasarkan pada dharma
b.   Harus diusahakan melalui keilmuan (Jnana)
c.   Hukum didasarkan pada kepercayaan (Sadhana)
d.   Harus didasarkan pada usaha yang secara terus menerus dengan pengendalian; pikiran, ucapan, dan perilaku
e.   Harus ditebus dengan usaha prayascita (penyucian).
Dalam  filsafat Hindu  mengajarkan  sistem  dan  metode  penyampaian  buah pikiran.
2.2.5  Sumber Hukum menurut Veda
Dalam sloka kitab Manawadharmasastra ditegaskan bahwa, yang menjadi sumber hukum umat sedharma “Hindu” berturut-turut sesuai urutan adalah sebagai berikut:
1.   Sruti
2.   Smerti
3.   Sila
4.   Sadacara
5.   Atmanastuti
Menurut Dr. P.N. Sen, Dr. G.C. Sangkar, menyatakan bahwa sumber-sumber hukum Hindu berdasarkan ilmu dan tradisi adalah:
1.   Sruti
2.   Smerti
3.   Sila
4.   Sadacara
5.   Atmanastuti
6.   Nibanda
            Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain:
1.  Manu
2.  Apastambha
3.  Baudhayana
4.  Wasistha
5.  Sankha Likhita
6.  Yanjawalkya
7.  Parasara
Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan menjadi empat kelompok menurut jamannya masing-masing yaitu:
1.   Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
2.   Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.
3.   Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.
4.   Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.

*        Sloka kitab suci yang menjelaskan sumber Hukum Hindu.
Berikut ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan Veda
sebagai sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut;

Yaá pàvamànir adhyeti åûibhiá saý  bhåaý rasam. sarvaý  sa pùtam aúnati svaditaý  màtariúvanà”
(Åtharvaveda IX.67.31).

Terjemahannya:
“Dia yang menyerap (memasukkan ke dalam pikiran) melalui pelajaran-pelajaran pemurnian intisari mantra-mantra Veda yang diungkapkan kepada para åûi, menikmati semua tujuan yang sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi napas hidup semesta alam

“Pàvamànir yo adhyeti- åûibhiá saýbhåaý rasam tasmai sarasvati duhe kûiraý sarpir madhùdakam”.
(Åtharvaveda IX.67.32).

Terjemahannya:
‘Siapapun juga yang mempelajari mantram-mantram Veda yang suci yang berisi intisari pengetahuan yang diperoleh para dewi pengetahuan (yakni Sang Hyang Saraswati) menganugrahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan minuman Soma (minuman para dewa)


“Iyam te rad yantasi yamano dhruvo-asi dharunah.
kryai tva ksemaya tva rayyai tva posaya tva”.
(Yajurveda IX.22).

Terjemahannya:
Wahai pemimpin, itu adalah negaramu, engkau pengawasnya. Engkau mawas diri, teguh hati dan pendukung warga negara. Kami mendekat padamu demi perkembangan pertanian, kesejahtraan manusia, kemakmuran yang melimpah”

Veda merupakan karunia ibu Saraswati, dan orang-orang yang mempelajari serta mengamalkannya dengan keyakinan yang mantap akan terpenuhi keinginannya. Mantra-mantra Veda mengandung kekuatan kedewasaan dan sabda suci ini hendaknya diajarkan kepada semua orang dalam profesi apapun di masyarakat bahkan orang-orang asingpun tidak tertutup untuk mempelajari kitab suci Veda, ajarannya bersifat abadi memberikan perlindungan kepada umatnya. Selanjutnya kitab smrti menjelaskan sebagai berikut;

“Kàmàtmatà na praúasta na caiwe hàstya kàmatà, kàmyo hi wedàdhigamaá karmayogasca waidikaá”
(Manawa Dharmasastra, II.2).

Terjemahannya:
Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh phala tidaklah terpuji namun berbuat tanpa keinginan akan phala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan- keinginan itu bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda.

2.2.6  Sumber Etika Agama  Hindu
Dharmasastra atau Etika Agama Hindu yang mengatur masyarakat untuk mengikuti ajaran Dharma berpedoman kepada Kitab Mānawa Dharmaśāstra II.6 yang berbunyi sebagai berikut :

Idhānim dharma pramānamyāha
Wedo ‘khilo dharmamūlam
Smrtiśīle ca tadvidām
Ācāraścaiva sādhunām
Ātmanastustireva ca

Artinya :
Seluruh pustaka suci Weda adalah sumber pertama dari pada Dharma, kemudian adat istiadat, tingkahlaku yang terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami ajaran pustaka suci Weda, juga tata cara peri kehidupan orang-orang suci dan akhirnya kepuasan diri pribadi.

Perlu ditegaskan bahwa ayat diatas memuat gagasan tentang sumber hukum Agama Hindu yang diatur secara kronologis : Weda-Smrti-Acara-Atmanastusti, artinya Sruti, Smrti, Acara, Sila dan Atmanastusti, yang semuanya merupakan sumber hukum Dharma. Dari semua sumber itu sumber utama adalah Weda (Wedo Khilo). Jadi untuk mendapatkan kebenaran hukum, untuk mengetahui baik tidaknya tingkah laku seseorang dan untuk menentukan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan, sumber pertama adalah Weda itu sendiri (Sruti). Tetapi bila dalam Weda itu tidak ada, maka dapat dicari dalam Smrti. Bisa juga terdapat dalam kedua sumber itu. Bila dari kedua sumber itu tidak ada, maka baru dilihat pada Acara (kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berlaku). Bagian terakhir adalah sila yaitu tingkah laku seseorang yang baik dan bila tingkah laku itu memberikan kepuasan kepada diri sendiri atau Atma tusti (Pudja cs., 1973 : 64)
            Dengan demikian, maka Dharmasastra, susila atau Etika Agama Hindu mempunyai empat sumber hukum yaitu :
1.      Kitab suci Weda (Wedo khilo)
Kitab suci Weda merupakan sumber hukum paling utama bagi Etika Hindu. Yang dimagsud dengan Kitab Suci Weda dalam hal ini adalah Weda Sruti dan Weda Smrti, tetapi yang paling benar dan merupakan sumber hukum pokok yang utama adalah Weda Sruti. Sebagai patokan untuk menentukan etika kehidupan manusia, maka semua Weda Sruti baik Mantra, Brahmana, maupun Upanisad dapat dipergunakan. Sementara itu Weda Smrti dapat juga dijadikan landasan atau pedoman Etika Hindu, misalnya dalam hal tata susila perkawinan, etika terhadap wanita, etika dalam menerima hadiah dan lain-lain.

2.      Acara atau Sadacara
Acara atau Sadacara adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dan telah menjadi panutan masyarakat yang bersifat local atau setempat. Kebiasaan yang telah diterima dan diikuti secara turun temurun dan dihormatioleh orang-orang ditempat itu harus diikuti dan dijadikan pedoman. Hal ini berarti bahwa orang tidak boleh merubah kebiasaan itu semena-mena tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh ajaran Agama. Tidak pula berarti bahwa kebiasaan itu harus diterima secara kaku, sebab perubahan waktu dan zaman memungkinkan pula adat kebiasaan itu berubah.



3.      Sila atau Sistacara
Sila adalah ajaran etika atau kesusilaan yang patut menjadi panutan dan ditiru oleh setiap umat Hindu. Dalam Sila dikemukakan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk diketahui dan dijadikan pedoman hidup. Pedoman itu meliputi baik hidup bermasyarakat, hidup bernegara maupun hidup berkeluarga (Pudja, 1984 : 100). Sementara itu Sitacara adalah tingkah laku dan tata cara kehidupan orang-orang suci yang dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan Etika Hindu.

4.      Atmanastusti atau Priyatmana
Atma tusti atau Atmanastusti atau Priyatmana adalah etika yang didasarkan kepada pertimbangan yang sangat pribadi, berdasarkan pertimbangan hati kecil atau hati nurani orang yang bersangkutan, sepanjang tidak menyakiti hati orang lain. Pertimbangannya tentu dibatasi oleh norma-norma yang terdapat dalam kitab suci.

2.3 Bidang – bidang Hukum Hindu      
Bidang –bidang Hukum Hindu sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun pembagian terdiri dari :
1. Bidang Hukum Keagamaan, bidang ini banyak memuat ajaran – ajaran yang mengatur tentang tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang antara lain;
- Bahwa semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau dharma.
- Ajaran – ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung konskwensi atau akibat (sangsi ).
- Tiap – tiap ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan jaman atau waktu dan dimana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib hukumnya dilaksankan.
- Pengertian warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional.
2. Bidang Hukum Kemasyarakatan, bidang ini banyak memuat tentang aturan atau tata cara hidup bermasyarakat satu dengan yang lainnya, atau sosial. Dalam bidang ini banyak diatur tentang konskewensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan perdata dan pidana. Lembaga yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau tidak memungkinkan masuk ke pengadilan.
3. Bidang Hukum Tata Kenegaraan, bidang ini banyak memuat tentang tata cara bernegara, dimana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Disamping sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok – kelompok hukum yang disebut ; Warna, Kula,Gotra,Ghana,Puga, dan Sreni, pembagian ini tidak bersifat kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembnagan jaman. Kekuasaan Yudikatif diletakan pada tangan seorang raja atau kepala negara, beliau bertugas memutuskan memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat, Raja dibantu oleh Dewan Brahmana yang merupakan Majelis HakimAhli, baik sebagai lembaga yang berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah didalam memutuskan perkara dalam sidang pengadilan ( dharma sabha ), pengadilan biasa ( dharmaastha), pengadilan tinggi (pradiwaka) dan pengadilan istimewa.
Hukum – hukum Tata Negara dan Tata Praja serta Hukum Pidana yang berlaku adalah sebagian besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawadharmasastra, hal ini kemudian dikenal sebagai kebiasaan – kebiasaan atau hukum adat seperti yang berkembang di Indonesia dan khusunya dapat dilihat pada hukum adat diBali. Maka dari itu hampir tatanan kenegaraan yang dipergunakan sekarang ini bersumber pada Hukum Hindu.
2.4 Tri Kaya Parisudha Menurut Kitab Manawa Dharmasastra

Dalam kitab Manawa Dharmasastra dapat ditemukan adanya butir-butir Tri Kaya Parisudha yang mengandung ajaran tentang berpikir yang baik, berkata  yang baik, berbuat yang baik. Dalam sloka IV-18 dinyatakan bahwa pakaian kita, pikiran dan kata-kata kita hendaknya menyesuaikan diri dengan kewangsaan, kedudukan maupun kemampuan kita.
Sloka IV-18 :

            Wasayah karmano ‘rthasya
            Śrutasyābhijanasya ca
            Weśawāag buddhi sārupyam
            Ācaran wicaredhiha

Artinya :
            Berjalan didunia ini hendaknya menyesuaikan
            Pakaian, kata-kata serta pikirannyaagar sesuai
            Sesuai dengan kedudukan dan kekayaannya
            Sesuai pelajaran suci dan kewangsaannya

            Kemudian dalam sloka XII-3 sampai XII-11 kitab Manawa Dharmasastra mengajarkan tentang karma yang lahir dari pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dan semua pahalanya.Berikut adalah petikan dari beberapa sloka-sloka  tersebut :

Sloka XII-3
            Śubhāśubha phalam karma
            Manowāgdeha sambhawan
            Karmajā gatayo nrnāam
            Ūttamā dhyamāh


Artinya :
            Karma yang lahir dari pikiran, perkataan dan perbuatan menimbulkan akibat baik atau buruk dengan karma yang telah menyebabkan timbulnya berbagai keadaan pada diri manusia.

 Sloka XII-4
            Tasyeha triwidhasyāpi
            Tryadhisthānasya dehinah
            Daśa laksana yuktasya manah
            Widyāt prawartakam


Artinya :
            Ketahuilah bahwa pikiran adalah perangsang dari semua hal dibawah ini dan bahkan sampai kepada semua perbuatan yang ada hubungannya dengan badan dan terdiri atas tiga jenis dan terbagi atas sepuluh kelompok.


Sloka XII-5
            Parādrawyeswabhidhyānam
            Manasānista cintanam
            Witathā bhiniweśaśca
            Triwidam karma mānasam

Artinya :
            Bernafsu akan milik orang lain, berpikiran pada diri seseorang mengenai apa yang tidak diinginkan dan mengikuti ajaran yang salah, merupakan tiga dosa dari pikiran.











BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dharmasastra (Sanskerta: धर्मशास्त्र) adalah salah satu susastra Hindu yang berkaitan dengan agama, kewajiban dan hukum. Dharmasastra merupakan sastra yang sangat penting dalam agama dan tradisi Hindu. Pertama sebagai sumber hukum keagamaan untuk menuju rumah tangga yang ideal, kedua sebagai sumber pengatahuan hukum tentang agama Hindu, tradisi dan etika.
Nama-nama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu. Beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya:
1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya.
2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti.
Ada tiga penulis yang terkenal terkait dengan keberadaan kitab Dharmasutra, diantaranya adalah;
1.   Gautama  adalah  penulis  kitab  Dharmasutra  yang  karya  hukumnya  lebih menekankan pembahasan aspek hukum dalam rangkaian peletakan dasar tentang fungsi dan tugas raja sebagai pemegang dharma
2.    Apastamba adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang   pokok-pokok materi wyawahara pada dengan beberapa masalah yang belum dibahas dalam kitab Gautama.
3.  Baudhayana adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih menekankan pembahasan tentang pokok-pokok hukum .

          Menurut kitab Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, keberadaan titel hukum atau wyawaharapada dibedakan jenisnya menjadi delapan belas (18), antara lain; Rinadana, Niksepa, Aswamiwikrya, Sambhuya-samutthana, Dattasyanapakarma, Wetanadana , Samwidwyatikarma, Krayawikrayanusaya, Swamipalawiwada, Simawiwada, Waparusya , Dandaparusya, Steya, Sahasa, Stripundharma, Stridharma, Wibhaga,  Dyutasamahwya.
Bidang –bidang Hukum Hindu sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun pembagian terdiri dari : Bidang Hukum Keagamaan, Kemasyarakatan dan Ketata negaraan.
Dalam kitab Manawa Dharmasastra dapat ditemukan adanya butir-butir Tri Kaya Parisudha yang mengandung ajaran tentang berpikir yang baik, berkata  yang baik, berbuat yang baik. Dalam sloka IV-18 dinyatakan bahwa pakaian kita, pikiran dan kata-kata kita hendaknya menyesuaikan diri dengan kewangsaan, kedudukan maupun kemampuan kita.

Dharmasastra atau Etika Agama Hindu yang mengatur masyarakat untuk mengikuti ajaran Dharma berpedoman kepada Kitab Mānawa Dharmaśāstra II.6 yang berbunyi sebagai berikut :

Idhānim dharma pramānamyāha
Wedo ‘khilo dharmamūlam
Smrtiśīle ca tadvidām
Ācāraścaiva sādhunām
Ātmanastustireva ca

Artinya :
Seluruh pustaka suci Weda adalah sumber pertama dari pada Dharma, kemudian adat istiadat, tingkahlaku yang terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami ajaran pustaka suci Weda, juga tata cara peri kehidupan orang-orang suci dan akhirnya kepuasan diri pribadi.

Gagasan tentang sumber hukum Agama Hindu yang diatur secara kronologis : Weda-Smrti-Acara-Atmanastusti, artinya Sruti, Smrti, Acara, Sila dan Atmanastusti, yang semuanya merupakan sumber hukum Dharma. Dari semua sumber itu sumber utama adalah Weda (Wedo Khilo). Tetapi bila dalam Weda itu tidak ada, maka dapat dicari dalam Smrti. Bisa juga terdapat dalam kedua sumber itu. Bila dari kedua sumber itu tidak ada, maka baru dilihat pada Acara (kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berlaku). Bagian terakhir adalah sila yaitu tingkah laku seseorang yang baik dan bila tingkah laku itu memberikan kepuasan kepada diri sendiri atau Atma tusti

3.2 SARAN
Dengan adanya tugas ini diharapkan kepada pembaca agar bersedia untuk membaca tugas ini. Dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan tentang sumber-sumber hukum hindu yang ada dalam kitab Dharmasastra yang berkaitan dengan etika atau tata susila dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
 Daftar Pustaka

Lestawi, I Nengah. 2015. Hukum Hindu Serta Perkembangannya. Surabaya: Paramita