Senin, 03 Oktober 2016

PENYEDERHANAAN RITUAL AGNIHOTRA

PENYEDERHANAAN RITUAL AGNIHOTRA



OLEH KELOMPOK 5

I PUTU SUMARTANA
KETUT BUDIARTA
I KETUT ARTANA MULIADI
IDA AYU GEDE SHINTA VINA DEWI
ANAK AGUNG NOVI PRADNYAWATI








FAKULTAS BRAHMA WIDYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2015


KATA PENGANTAR


Rasa syukur dan terimakasih penulis haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat beliaulah sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Agnihotra merupakan bagian dari berbagai jenis yadnya yang ada. Sehingga menarik perhatian untuk dibuatkan makalah.
1.      Dosen Pengampu Weda yang selalu memberikan bantuan yang penulis butuhkan dalam proses penyusunan karya tulis ini.
2.      Teman-teman guru yang mendukung dan membantu dengan ide-ide dan gagasannya.
3.      Keluarga yang selalu memberikan dukungan moral sehingga penulis mampu menyelesaikn karya tulis ini dengan hasil yang maksimal.

Dengan terselesaikannya karya tulis ini semoga dapat menjadi contoh dalam penulisan karya tulis yang lainnya dan mencapai hasil yang maksimal.


Denpasar,  Mei 2015
Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................   i
DAFTAR ISI......................................................................................................   ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................   1
       A.   LATAR BELAKANG.........................................................................   1
       B.    RUMUSAN MASALAH....................................................................   2
       C.    TUJUAN..............................................................................................   2
       D.   MANFAAT..........................................................................................   2

BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................   3
       A.   Agnihotra..............................................................................................   3
       B.    Agnihotra Dalam Sebatang Dupa/Pengasepan.....................................   8
      
BAB III. PENUTUP..........................................................................................   11
       A.   Kesimpulan...........................................................................................   11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................   12





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Aktivitas keagamaan yang terjadi dewasa ini semakin semarak dan bergairah dari kalangan usia muda yang datang ke Pura untuk melakukan Puja. Kalau kita lihat dewasa ini, upacara ritual keagamaan sangat megah. Upacara megah tersebut belumlah bisa dipakai ukuran bahwa kita telah melaksanakan ajaran agama dengan baik. Kita perlu menyelaraskan perimbangan pelaksanaan tiga kerangka agama Hindu agar umat menjadi semakin kuat dan penuh sraddhanya. Karena kalau hanya menekankan pada ritual tanpa disertai  pemahaman tattwa dan susila semuanya terasa bak takhyul saja, maka inilah tantangan Hindu ke depan.
Upacara Agnihotra adalah upacara berdasarkan Veda, upacara ini perlu mendapat perhatian untuk dijadikan sebagai pendamping atau sebagai alternatif di dalam menyempurnakan persembahan atau pelaksanaan upacara yajna. Kalau dilihat sejarah di Bali, Agnihotra yang sering disebut Homa Yajna telah datang dan dilaksanakan di Bali bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Bali.
Oleh karena itu, ketika upacara Agnihotra mulai berkebang dan hidup lagi, maka tidaklah patut dicurigai, bahwa ia hadir sebagai aliran atau upacara yang asal atau sumbernya tidak jelas. Perkembangan suatu ritual agama yang berdasarkan kitab suci membantu memperkuat agama itu sendiri dan memperbesar keyakinan dan ketaatan pelaksanaan ajaran agamanya. jadi pengembangan Agnihotra  kedepan sepenuhnya terserah pada umat untuk memilihnya.  Kebebasan ini tercermin dalam Bhagavadgita dengan menyebutkan “jalan apapun yang kau tempuh akan aku karunai”
Seperti dalam petikan kisah Ramayana, di mana pada tampilan awalnya selalu muncul upacara Agnihotra yang dilakukan oleh para “pertapa”, guru-guru suci, rsi-rsi di pertapaannya. Jadi jelas bahwa upacara tersebut memanglah sebuah upacara tua menurut Veda yang sampai saat masih banyak dilakukan di India. Upacara ini berlaku secara universal, karena dilakukan di upacara-upacara keagamaan secara umum.



B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana penjelasan Agnihotra?
2.      Adakah Hubungan Agnihotra dengan pengasepan atau sebatang dupa?

C.    Tujuan Makalah
Tujuan makalah yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apakah agni hotra tersebut.
2.      Memahami hubungan yang ada dalam nyala sebatang dupa dan pengasepan dengan agni hotra.

D.    Manfaat Makalah
Manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk meningkatkan keilmuan terutama dalam bidang yadnya khususnya agnihotra.
2.      Untuk menyelesaikan tugas kelompok untuk mencapai nilai yang diaharapkan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Agnihotra
1.      Definisi Agnihotra
Berlandaskan petikan mantra  Reg Veda I.1.1

Agnimile Purohitam, yajnasya devam rtvijam
Hotaram ratnadhatanam
Arti :

“oh deva Agni, Engkau sebagai Pendeta Utama, dewa pelaksana upacara yajna, kami memuja-Mu, Engkau pemberi Anugrah berupa kekayaan yang utama”

Maknanya adalah bahwa dewa Agni berfungsi dan bertugas sebagai Purohita (Pendeta Utama), maka dapat disimpulkan bahwa tanpa dewa Agni berarti semua upacara persembahan akan sia-sia belaka. Kalau dikaitkan dengan yajna di jaman sekarang tidak akan lepas dari api itu sendiri.
Kemudian agnihotra di definisikan berasal dari kata Sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu Agni dan Hotra. Agni adalah api dan Hotra adalah persembahyangan atau melakukan persembahan. Jadi agnihotra adalah sebuah ritual atau bentuk upacara persembahan.  Secara umum semua yajna dalam Veda mempunyai arti sama yaitu Agnihotra. Sebab pengertian yajna dalam Veda adalah persembahan yang dituangkan ke dalam api suci.
Api suci yang dimaksud adalah api yang dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda adalah lambang pengorbanan. Mengapa persembahan dimasukkan dalam api, hal ini disebutkan dalam Purana, bahwa Dewa Agni (disimbulkan dengan api) adalah lidahnya Tuhan. Sehingga maknanya adalah jika persembahan disampaikan melalui lidah Tuhan, maka persembahan tidak akan nyasar ketempat lain.


2.      FUNGSI AGNIHOTRA
Pada hakekatnya Agnihotra adalah upacara multifungsi. Secara garis besar kehidupan manusia dibagi menjadi dua yaitu :
a)      Kewajiban; yaitu berupa perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh umatnya
b)      Tindakan yang dilakukan  berdasarkan untuk pemenuhan kebutuhan/keinginan
Demikian pula upacara Agnihotra dilakukan untuk :
1.      Nitya Karma  (sebagai kewajiban)
Nitya karma adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan seseorang sebagai penganut Hindu. Dari kewajiban ini dapat diketahui bahwa semua tugas mulia tersebut berguna untuk membersihkan diri dan selalu melakukan pencerahan hidup. Ada enam hal penting yang menjadi tugas pokok yang harus dilakukan sebagai pelaksanaan Nitya Karma, yaitu :
a.        Dewa Puja
b.      Melaksanakan Homa dan Belajar sastra Agama
c.       Melayani Orang Tua
d.      Memberi pelayanan kepada binatang, orang miskin dan orang tak punya
e.       Melayani Guru, Athiti
f.       Meditasi

2.      Naimitika Karma/Kamya Karma (sebagai bentuk keinginan pada kebaikan)
Naimitika Karma atau sering disebut Kamya Karma adalah suatu kegiatan yang dilakukan  berdasarkan keinginan.

3.      Mencapai Pembebasan
Jika dia melakukan persembahan sebelum matahari terbit, ini seperti memberikan pada seseorang seekor gajah, ketika tangannya tidak menjulur keluar. Tetapi jika mempersembahkan setelah matahari terbit, ini seperti memberikan sesuatu pada seseorang seekor gajah setelah ia menjulurkan tangannya. Oleh karean itu, harus dilakukan pada saat matahari terbit yang akan membawanya pada Surga.

4.      Penebusan Dosa
Disebutkan dalam Satapathabrahamana 2.3.1.6 bahwa seperti seekor ular bisa bebas dari kulitnya, demikian pula ia membebaskan dirinya dari kejahatan malam hari, demikian pula halnya yang mengetahui dengan melakukan persembahan Agnihotra ia akan bebas dari kejahatan. Penjelasan tentang pembebasan dari kejahatan dan dosa dapat dilakukan dengan melaksanakan agnihotra pada saat matahari terbenam. Ini disebutkan dalam kitab-kitab suci Jaiminiyabrahmana I.8;I.9-10 dan masih banyak kitab lainnya.

5.      Homa Therapy
Homa Therapy berarti penyembuhan. Ini ditimbulkan karena efek pelaksanaan Homa di udara. Methodenya adalah harmonisasi putaran energi yang sederhana dari planet. Seorang ahli menjelaskan bahwa reaksi kimia yang terjadi ketika pyramid api Agnihotra membakar semuanya. Yang terpenting adalah radiasinya, kita tahu aspek kimia dari api dimana bagian akhirnya didapatkan H2O, CO2 dan CO. Kemudian ada sinar dan sinar infra merah. Ini adalah pemandangan klasik. Jika dilihat struktur yang lebih halus dari api, maka didapatkan lompatan-lompatan electron dari satu atom pada atom lainnya (seperti sinar dari lampu) dan ini merupakan emisi pada level yang sangat halus dengan serangan tiba-tiba yang kuat  seperti teori quantum modern.

3.      WAKTU YANG TEPAT MELAKSANAKAN AGNIHOTRA
Waktu pelaksanaan agnihotra yang baik sangat tergantung pada jenis upacara agnihotra yang dilaksanakan, yaitu :
1.      Waktu untuk Nitya Karma
Pelaksanaannya ditentukan oleh keberadaan matahari yaitu matahari terbit atau terbenam. Seperti disebutkan dalam beberapa kitab suci, yaitu :
a.       Kitab Katakasamhita;6,5;54-4 disebutkan “ dia hendaknya melaksanakan agnihotra di sore hari ketika saat matahari terbenam, pagi hari ketika matahari belum terbit”
b.      Maitrayanisamhita I.8,7 ; 129-9 disebutkan “agnihotra hendaknya dilaksanakan pada saat malam tiba dan pagi hari setelah matahari terlihat bersinar terang”

2.      Waktu untuk Naimitika Karma
Waktu pelaksanaan agnihotra dalam rangka Naimitika Karma sedikit berbeda dengan waktu sandhya agnihotra atau Nitya Karma. Pada Kamya atau Naimitika Karma, agnihotra dilaksanakan sesuai dengan waktu yang dipilih oleh Yajamana dan Purohita.

4.      CARA KERJA AGNIHOTRA
Prinsip keseimbangan sangat dominant dalam kerja Agnihotra. Seperti proses terjadinya hujan, dimana Air laut menguap karena panas matahari, membentuk awan tebal, terbawa angin kearah pegunungan, karena dingina membentuk titik-titik air, jatuh menjadi hujan, memberikan kesuburan kepada hutan. Air hujan meresap dan disimpan oleh lapisan hutan, mengalir mengikuti aliran sungai dan berakhir di samudra. Siklus ini terulang terus, tiada henti. Dengan adanya hujan ini maka kelangsungan hidup semua mahluk hidup menjadi terjaga. Demikian juga kerja agnihotra dengan menyalakan api suci, dimana persembahan utama ghee, biji-bijian, dan bunga-bungaan, semua keharuman ini terbawa oleh asap yang bergabung bersama awan, kemudian menjatuhkan hujan. Hujan mendatangkan kesuburan, kesuburan ini dinikmati umat manusia dalam menjalani hidupnya di dunia.
Pernyataan ini termuat disebutkan dalam Atharvaveda VIII.107.1
ava divas tarayanti, sapta suryasya rasmayah
apah samudriya dharah
Arti :

”tujuh sinar matahari, mengangkat uap air dari samudra naik ke langit dan semuanya itu menyebabkan turunnya hujan”

5.      PELAKSANAAN AGNI HOTRA
 Persembahan Homa Yajña/Agnihotra sebaiknya dipimpin oleh seorang Dvijati atau pandita (pùjàri), bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan oleh seorang pamangku atau pinandita yang hidupnya senantiasa Vegetarian. Para peserta mengiringi pemimpin upacara dengan mengucapkan Svàha (untuk Dewa Yajña dan Yajña yang lain) dan Svàdha khusus untuk upacara Homa Yajña yang dilakukan dalam rangka Pitra Yajña, pada akhir setiap mantra dengan sekaligus mempersembahkan persembahan yang telah disediakan dengan bahan persembahkan ditempatkan di atas telapak tangan dalam posisi tengadah yang disorongkan kedalam Kunda atau Vedi, tempat api persembahan berkobar. Homa Yajña yang dilakukan dalam rangka upacara kematian, biasanya dilakukan setelah 12 hari selesai pembakaran jenasah (Antyesti atau Ngaben), sebelum hari tersebut dipandang masih dalam keadaan Cuntaka. Peserta yang mengikuti upacara Homa Yajña/Agnihotra dilarang bercakap-cakap dengan sesama peserta, merokok, minum minuman keras dan melakukan penyucian diri (mandi besar) seandainya sebelumnya melakukan hubungan suami-istri.
Sebelum secara khusus membahas pelaksanaan upacara Yajña ini, kiranya perlu diketengahkan tata-tertib untuk melaksanakan dan mengikuti upacara yang sangat suci ini, antara lain: peserta telah datang 15 menit sebelum upacara dimulai, diharapkan memakai pakaian sembahyang, yang dibenarkan duduk di sekeliling kunda, vedi atau lobang api hanyalah mereka yang telah didvijati (pandita) atau pamangku (pinandita), sedang peserta lainnya mengambil posisi dari para pandita atau pinandita tersebut. Sang Yajamana atau yang mempersembahkan upacara dan seluruh peserta upacara tidak diperkenankan meninggalkan upacara sebelum upacara selesai dilaksanakan. Posisi duduk peserta upacara adalah: peserta wanita di sebelah kiri dan laki-laki di sebelah kanan kunda atau vedi. Dilarang keras mempersembahkan ke dalam api suci bahan-bahan kimia berupa plastik, lilin, dupa atau bahan-bahan yang telah jatuh ke tanah, karena telah cemar atau lungsuran.
Pelaksanaan Homa Yajña/Agnihotra dimulai dengan menyiapkan air suci (sedapat mungkin Tìrtha Gangga), dan sangat baik bila seorang atau beberapa Dvijati (pandita) terlebih dahulu “ngarga” atau memohon Tìrtha dengan menghadirkan dewi Gangga (dengan sarana Ganggastava) di dalam Kumbha (di atas Tripada) sebagai sarana dalam acara Homa Yajña/Agnihotra. Selanjutnya dilakukan penyucian diri (acamana) dan Praóàyama. Setelah penyucian diri dan praóàyama dilanjutkan dengan pemujaan kepada Agni (menggunakan mantra Agni Sùkta/Ågveda I.1-9), Gàyatri mantram 108 atau 21 kali, Mahamåtyuñjaya 21 kali dan dalam pemujaan tertentu untuk kesejahtraan nusa dan bangsa menggunakan mantram-mantram seperti berikut: Påthivì Sùkta, Puruûa Sùkta, Nasadiya Sùkta, Úàntiprakaraóa dan ditutup dengan Úànti mantra (Paramaúànti).
Sarana upacara persembahan adalah kayu bakar, sedapat mungkin kayu mangga, intaran, beringin, cempaka, sandat, tulasi, majagau, batang kelapa kering atau cendana yang telah kering dengan panjang + 10 -30 Cm dengan diameter 1-2 Cm, supaya mudah terbakar. Gahvya (gobhar) diambil dari kotoran sapi-sapi yang dipelihara dan disayangi oleh pemiliknya dan bukan berasal dari tempat/rumah pemotongan hewan. Sarana lainnya adalah daun, batang, bunga, akar dan ranting kayu tulasi (disebut Pañcàngga) dan juga daun mangga, di samping juga susu segar, yoghurt, gula merah, ghee (susu asam), madhu (kelima materi tersebut dinamakan Pañcàmåta), kapulaga, biji kacang hijau, cengkeh, beras merah, putih dan hitam serta wijen.
Sangat baik bila sebelum mempersembahkan Homa Yajñ didahului dengan mempersembahkan pejati dan pesaksi kepada dewata yang bersthana di sebuah pura bila upacara itu dilaksanakan di dalam pura. Bila dikaitkan dengan upacara besar, sangat baik dilengkapi dengan Pañcadhatu (emas, perak, tembaga, kuningan dan besi).
Adapunbentuk kunda atau vedi umunya berbentuk piramid terbalik, dapat dibuat dari tembaga atau besi, disamping juga dari batu bata atau sebuah paso (belanga yang agak datar di Bali juga disebut dengan nama cobek dan semuanya harus baru (payuk anyar). Bila upacara Homa Yajna/Agnihotra dilaksanakan pada pagi hari sangat baik bila menghadap ke Timur, sore hari menghadap ke Barat. Bila didepan altar atau pelinggih, sebaiknya menghadap altar atau pelinggih tersebut. Demikian pula bila dilaksanakan di tepi pantai hendaknya menghadap ke laut, di pegunungan diarahkan ke puncak gunung dan di tepi sungai atau mata air, di arahkan ke sungai atau mata air.

B.     Agnihotra Dalam Sebatang Dupa/Pengasepan

AGNIHOTRA adalah upacara yadnya untuk memuja Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Agni, dan merupakan maha yadnya, multifungsi, efisien, serta effektif. Sumber-sumber upacara Agnihotra bisa dijumpai pada kitab-kitab Ithihasa, Purana (Kekawin Ramayana) dan beberapa upanisad seperti: Swetha Swatara Upanisad, Maitri Upanisad, Prasna Upanisad, dan Sri Isopanisad. Didalam kitab suci Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda, Atharwa Weda, puja-puja terhadap Dewa-Dewa sangat banyak tetapi yang dominan adalah puja-puja kepada Dewa Agni. Dewa Agni, dalam bentuk material api dalam kehidupan manusia memiliki tujuh fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai penerang
2. Sebagai pencuci dan pembasmi kekotoran
3. Sebagai pengusir roh jahat
4. Sebagai penghubung pemuja dan yang dipuja
5. Sebagai saksi upacara
6. Sebagai pendeta pemimpin upacara
7. Sebagai sumber kekuatan atau energi
Seperti halnya pengasepan, Di Bali khusunya juga memiliki kemiripan dengan ritual agni hotra. Namun pengasepan bahkan jauh sederhana dari ritual agni hotra. Pengasepan juga difungsikan dengan 7 fungsi material api tersebut.
Atharwa Weda XXVIII.6, menyatakan :
Yatra suharda, sukrtam Agnihotra hutam yatra lokah tam lokam yamniyabhisambhuva sano himsit purusram pasumsca.
artinya
Dimana mereka yang hatinya mulia bertempat tinggal, orang yang pikirannya damai dan mereka yang mempersembahkan dan melaksanakan Agnihotra, disana majelis (pimpinan masyarakat) bekerja dengan baik, memelihara masyarakat, tidak menyakiti mereka dan binatang ternaknya

Dengan demikian sesungguhnya Yadnya Agnihotra mempunyai landasan sastra yang jelas sehingga tidak perlu membuat kita ragu lagi. Yang perlu dibicarakan dengan bijaksana adalah aplikasinya dalam keseharian masyarakat khususnya di Bali yang sangat kuat adatnya jangan sampai umat pada tataran awam menjadi menolak Agnihotra ini hanya karena melihat ritualnya yang sangat berbeda dengan kebiasaan upacara yadnya di Bali (Ke-Indiaan). Penolakan ini tidak hanya pada tataran masyarakat awam tetapi ada juga Pandita yang tidak sependapat walaupun tidak prontal seperti dengan tidak mengijinkan dilaksanakan di utama mandala (Jeroan Pura). Berbicara sebuah ritual sebenarnya juga berbicara masalah adat dimana adat ini adalah kebiasaan masyarakat dan bersifat tidak kekal (dinamis) sehingga mau tidak mau akan menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Walaupun demikian memadukan adat yang berbeda (India dan Indonesia/Bali) seperti dalam aplikasi Yadnya Agnihotra dengan tradisi India yang dilaksanakan di Bali, maka perlu kesadaran, bahwa hal itu akan dapat menimbulkan pertentangan, maka tindakan yang bijak adalah tidak ekstreem dengan serta merta (100%) membawa tata cara India ke Bali tetapi yang terbaik adalah menyesuaikan dengan local genius tanpa menghilangkan maknanya.
Ada “Hotri” (pemimpin Yadnya Agnihotra) yang sudah dapat melakukannya dengan baik sehingga saat mengikuti Agnihotra, maka perpaduan India dan Bali sangat baik sehingga hampir menyerupai Puja Stawa Pemangku tetapi tetap terasa bedanya. Hal lain adalah cara duduk apakah harus melingkar khususnya ketika dilaksanakan didalam Pura, karena kebiasaan kita di Bali (Indonesia) adalah menghadap ke Pelinggih sehingga tidak membelakangi Pelinggih. Juga kebiasaan menghadap ke Matahari atau gunung. Lalu sarana yadnya, apakah tidak bisa dari lokal karena kita dididik oleh leluhur untuk mengambil sarana sembahyang dari lingkungan kita, seperti kita dibiasakan untuk menanam kembang, pohon janur, dll yang nantinya akan kita persembahkan kembali kepada Hyang Widhi, nah kalau untuk Agnihotra kemudian kita harus import bahan-bahan dari India apakah hal itu benar ? dan banyak hal yang akan berbeda penafsiran bagi setiap orang.
Untuk itu mari kita berpikir sejenak, mengalihkan perhatian kita ke dalam pengasepan tersebut. membakar kemenyan dan dupa banyak dijumpai dalam upacara agama Hindu. Pada waktu permohonan tirta yang dilakukan Sang Pandita sebelum persembahyangan Tri Sandya dan Muspa, Mecaru dan sebelum pelarungan seganten sesaji Melasti. Bahwa pengasepan atau dupa intinya sebagai material api, makadari itu pengasepan dan dupa juga masuk ke dalam 7 fungsi material api. Ini seseuai dengan makna dan tujuan dari agni hotra.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah adanya kesamaan dan kemiripan antara fungsi material api antara agnihotra dengan pengasepan. Begitu pintarnya leluhur kita, sehingga menciptakan konsep penyederhanaan tampa mengurangi makna dan filosopy dari agni hotra, serta hakekatnya sama. Seperti fungsi material api berikut:

1. Sebagai penerang
2. Sebagai pencuci dan pembasmi kekotoran
3. Sebagai pengusir roh jahat
4. Sebagai penghubung pemuja dan yang dipuja
5. Sebagai saksi upacara
6. Sebagai pendeta pemimpin upacara
7. Sebagai sumber kekuatan atau energi




DAFTAR PUSTAKA



http://damuhantara.blogspot.com/2010/11/agnihotra-dalam-nyala-sebatang-dupa.html

1 komentar:

  1. Anda Jago Sabung Ayam online? Yuk daftar dan dapatkan Bonux 8x win terbaru dari Bolavita senilai 100% dari total taruhan anda.

    Berhasil Menebah 8x win secara beruntun.. Anda mendapatkan Bonus Sabung Ayam 100%

    Informasi Selengkapnya Hubungi :
    WA : +62812-2222-995
    Telegram : @bolavitacc
    Wechat : Bolavita
    Line : cs_bolavita

    Baca Juga :
    https://medium.com/@bvmaniak/sabung-ayam-filipina-adu-ayam-paling-sadis-c60145d9c3f9
    https://pemainayam.hatenablog.com/entry/2019/08/31/S128_Sabung_Ayam_Filipina_-_Pemainayam.club?
    Sabung Ayam Filipina

    BalasHapus